PENGARUH
PENDIDIKAN MORAL DAN KARAKTER TERHADAP AKHLAK ANAK BANGSA
Linda Kurnia Pratiwi
E-mail : liendhapratiwie17@gmail.com
Jurusan Administrasi Pendidikan Fakultas Ilmu
Pendidikan
Universitas Negeri Malang, Jl. Semarang 5 Malang
65145
Abstrak:
sejatinya pendidikan moral dan karakter
tidak dapat terlepas dari nilai moral, budaya dan akhlak yang baik. Keluarga
merupakan benteng pertama dan utama dalam mendidik anak agar nantinya dapat
hidup dengan baik di dalam masyarakat, selain orang tua guru dan masyarakat
sekitar juga berperan dalam pengembangan moral dan karakter anak. Keberhasilan
dari pendidikan moral dan karakter sendiri terletak pada diri anak tersebut,
orang tua, sekolah, beserta lingkungan masyarakat hanya sebagai perantara saja.
Kata
Kunci : Moral, karakter, dan akhlak anak bangsa
Pengertian moral adalah suatu program
pendidikan (sekolah dan luar sekolah) yang mengorganisasikan dan
“menyenderhanakan” sumber-sumber moral dan disajikan dengan memperhatikan
pertimbangan psikologis untuk tujuan pendidikan. Moral sendiri dalam pendidikan
moral disini hampir sama saja dengan rasional, dimana penalaran moral
dipersiapkan sebagai prinsip berpikir kritis untuk sampai pada pilihan dan
penilaian moral (moral choice and moral
judgemet). Menurut Dewey (dalam
Zuriah 2015:21) Pernyataan ini akan berpengaruh terhadap isi dan metode
penyajian pendidikan moral serta dengan sendirinya berpengaruh pula pada
kurikulum sekolah beserta peran dan
tanggung jawab orang tua dan masyarakat dalam pendidikan moral? Kiranya, semua
akan beranggapan bahwa moral dan pendidikan moral penting bagi manusia, tetapi
yang akan beranggapan bahwa moral dan pendidikan moral penting bagi manusia,
tetapi yang akan berbeda adalah bagaimana isi pendidikan dan metode
penyajiannya serta bagaimana tanggung jawab sekolah dan masyarakat dalam
pendidikan moral. Selain pendikan moral dibutuhkan juga pendidikan karakter
pendidikan karakter merupakan gabungan dari kata yakni pendidikan dan karakter.
Pendidikan sebagaimana yang termaktub dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang
SISDIKNAS, yakni usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, dan akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan
dirinya masyarakat dan bangsa.
Sementara
itu, Negara sebagai organisasi puncak sangat berkepentingan untuk tumbuhnya
public culture, yaitu perangkat kebudayaan yang bisa diterima oleh seluruh
bangsa serta dapat digunakan untuk kelangsungan hidupnya yang lebih baik lagi.
Oleh karena itu negara kita telah menetapkan pula suatu kawasan nilai-nilai
budaya (culture value).
(Mardia mengatakan): Bahwa dalam realita, terlepas diakui atau
tidak, Banyak anak yang
cenderung nakal, tidak sopan, suka berkata kasar, tidak disiplin, tidak mau
bekerjasama dengan teman, malas beribadah dan tidak mau berperilaku hormat pada
orang lain, pada saat ini telah menjadi
keprihatinan para orangtua. Hal ini terjadi, selain karena proses pengasuhan
dan pembinaan yang salah pada anak, juga akibat pengaruh buruk perkembangan
teknologi informasi dan lingkungan yang kurang mendukung karena kesibukannya
sering menerapkan disiplin kaku pada anak. Para orang tua menuntut anak untuk
menuruti perintah ini itu tanpa boleh banyak bertanya dan membantah. Anak
diperlakukan seperti robot tanpa memikirkan efek psikologisnya pada anak.
Sementara waktu yang diberikan oleh orang tua untuk memberi kasih sayang pada
anak juga semakin sedikit, sehingga kedekatan anak dengan ayah ibunya juga jauh
berkurang yang membuat anak merasa tidak nyaman dan jiwanya gersang. Karenanya
cenderung mencari pelampiasan untuk menuntaskan keinginan-keinginannya yang
tidak didapat dari orang tuanya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isu Pendidikan
dan latar belakang
Di zaman modern seperti sekarang ini
telah merubah segalanya, termasuk perilaku anak-anak zaman sekarang. Perilaku
anak zaman sekarang memang berbeda dengan anak-anak di tahun 80-an dan 90-an.
Kemajuan teknologi yang begitu pesat telah merubah dan tidak jarang membuat
kita bingung dengan kondisi yang demikian. Perubahan ini akan sangat dirasakan
oleh orang-orang yang memiliki usia diatas 25 tahun. Masa muda yang mereka
habiskan aman dulu, tidak lagi ditemukan di perilaku anak zaman sekarang. Anak
zaman sekarang tidak suka lagi bermain dengan teman-temannya di lapangan atau
di sawah seperti zaman kita dulu. Mereka lebih asyik dengan gadget-gadget yang
mahal yang mereka miliki, walau sering kali mereka tidak mengerti bagaimana
cara penggunaanya. Tidak hanya itu saja, kelakuan anak zaman sekarang juga
sangat memprihatinkan. Sikap sopan santun terhadap orang yang lebih tua
sepertinya sudah hilang. Salah satu hal yang paling penting dalam bangsa ini
adalah para generasi pemuda dan pemudi yang harus kita perhatikan dan kita bina
dengan baik, karena merekalah yang akan meneruskan cita-cita dan perjuangan
bangsa ini menjadi lebih baik dan berwibawa kedepannya nanti. Hal ini tidak
hanya bangunan yang menjulang tinggi seperti: gedung-gedung ataupun
pabrik-pabrik saja, akan tetapi kehidupan moral dan karakter generasi bangsa
yang harus kita bangun juga karena bagaimana bangsa ini akan maju, bagaimana
bangsa ini akan berkembang ataupun bagaimana bangsa ini akan menjadi bangsa
yang dihargai oleh bangsa lainnya dan menjadi bangsa yang berwibawa sedangkan
moral dan dan karakter generasi bangsa kita sendiri ini jelek atau luntur dari
nilai-nilai agama dan etika bangsa ini. Salah satu yang harus kita sayangkan
adalah para generasi dan penerus bangsa yang masih banyak yang tak sadar akan
perilaku yang menyimpang dari syariat agama dan norma-norma bangsa ini bahkan
bertolak belakang dengan kebaikan, padahal mereka adalah harapan dan tumpuan
bangsa ini. Tak sedikit para pemuda-pemudi yang melanggar aturan agama bangsa
ini seperti halnya minuman keras, berjudi, memakai narkoba, tawuran,
berkelahidan bahkan saling menyakiti antara satu dengan yang lainnya. Sungguh
memprihatinkan sekali generasi bangsa kita ini yang seharunsya mereka berbondong-bondong
melakukan hal kebaikan dan bersatu untuk membangun bangsa ini justru malah ikut
berperan menambah masalah baru bagi bangsa ini, sungguh ini menjadi PR besar
bagi bangsa dan pemerintah yang ada di dalamnya dalam mengatasi krisis moral
dan rendahnya karakter generasi bangsa ini.
Rumusan masalah
kebijakan
Hingga saat ini Indonesia masih tergolek
lemah bahkan dapat dikatakan sekarat akibat krisis multidimensional yang tak
kunjung usai mendera bangsa ini. Kondisi ini diperburuk oleh krisis moral dan budi
pekerti para pemimpin bangsa yang juga berimbas pada generasi muda. Perilaku
buruk sebagian siswa berseragam sekolah dapat dikatakan ada di kota mana saja
di Indonesia. Tawuran antar pelajar tidak hanya terjadi di kota-kota besar tapi
juga sudah merambah ke pelosok kabupaten dan kota-kota kecil lainnya, bahkan
dengan semakin canggihnya teknologi anak-anak dapat mengakses video maupun hal
yang lainnya seperti perilaku seks bebas, narkoba, budaya tidak tahu malu,
lunturnya tradisi, budaya, tata nilai kemasyarakatan, norma etika, dan budi
pekerti luhur merambah ke desa-desa. Krisis yang terjadi ini salah satu
indikator penyebab terbesarnya adalah kegagalan dari dunia pendidikan, baik
pendidikan formal, nonformal, maupun informal. Sebagai akibatnya adalah budaya
luar yang negatif mudah terserap tanpa ada filter yang cukup kuat. Gaya hidup
yang modern membuat anak-anak malas malasan untuk berkumpul dengan
teman-temanya saat bermain mereka lebih memilih untuk bermain gadget. Fenomena
dan kenyataan seperti ini tentu tidak boleh dibiarkan begitu saja. Akan menjadi generasi yang seperti apa
kelak, jika anak-anak dibiarkan dalam kondisi tersebut. Jika tidak segera
dicari jalan keluarnya, maka tidak ayal lagi bangsa ini akan kehilangan
generasi atau terjadi “lost generation”, yang
ada adalah generasi yang rusak, lalu bagaimana nasib bangsa ini kedepan? Oleh
karena itu penulis meras tertarik untuk mebahas apa saja akibat yang
ditimbulkan dari kurang atau minimnya pemnanaman nilai moral, budi pekerti dan
akhlak pada anak didik di sekolah pada saat ini. Khususnya dalam kurikulum
sekolah sebagai benteng penangkal hal-hal negatif, termasuk juga usaha-usaha
yang dapat dilakukan untuk menjawab permasalahan di seputar penanaman moral.
Adapun tujuan dari penulisan dan pembahasan ini sebagai berikut.
1. Ingin
mendeskripsikan lebih jauh tentang peran pemerintah dalam menangani
permasalahan moral anak, khususunya anak sekolah.
2.
Ingin
mendeskripsikan peran orang tua dalam pembentukan moral dan karakter yang baik
bagi anak.
3.
Ingin mendeskripsikan
peran masyarakat dalam menyikapi moral dan karakter anak.
Analisis potensi
dan limitasi alternative kebijakan
Menurut (Zuriah 2007),Upaya
mengatasi kemerosotan moral dan budi pekerti anak dapat dilakukan atsa dasar
adanya kekuatan yang mendukung, seperti yang telah dituangkan dlaam Sistem
Pendidikan Nasional UU No. 2 Tahun 1989 Bab II pasal 4, yaitu unutk
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yang berarti manusia yang beriman dan
berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani
dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan. Disamping itu juga terdapat dalam
perundang-undangan, antara lain sebagai berikut :
1)
TAP MPR NO. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi
pembangunan, pada Bab IV huruf D yang berisi;
a)
Butir 1 F: peningkatan akhlak mulia dan budi pekerti
luhur dilaksanakan melalui pendidikan budi pekerti di sekolah.
b)
Butir 2 H: Meningkatkan pembangunan akhlak mulia dan
moral luhur masyarakat melalui pendidikan agama untuk mencegah/ menangkal
timbulnya akhlak yang tidak terpuji.
2)
TAP MPR NO. IV/MPR/1999 tentang GBHN Bab IV Huruf D,
mengenai agama Butir 1:
a)
Menetapkan fungsi, peran, dan kedudukan agama sebagai
landasan moral, spiritual, dan etika dalam penyelenggaraan Negara.
Perundang-undangan tidak bertentangan dengan moral agama.
b)
Meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan
sehingga mampu berfungsi secara optimal terutama dalam meningkatkan pendidikan
watak dan budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga.
3)
UU NO. 2/1989 penjelasan Pasal 39 ayat (2) menyatakan
bahwa pendidikan pancasila mengarahkan perhatian pada moral yang diharapkan
diwujudkan ke dalam kehidupan sehari-hari.
4)
Komitmen masyarakat dalam berbagai lapisan terhadap
etika bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, ditengarai budi pekerti sebagai
salah satu dimensi substansi pendidikan nasional yang perlu diintegrasikan ke
mata pelajaran yang relevan.
Rumusan Alternatif Kebijakan
Pendidikan anak memang
dimulai dari lingkungan rumah nya. Orang tua adalah Orang yang mempunyai
tanggungjawab besar terhadap perkembangan anak-anaknya karena anak merupakan
amanah dari Allah SWT yang harus di jaga, di rawat, dibina, dibimbing dan
diberi pendidikan yang layak serta masih banyak hal lain yang harus diberikan
orang tua kepada anak. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT Q.S. Al
Baqarah ayat 233. Ayat ini menjelaskan tanggung jawab ibu dan
bapak dalam memperhatikan perkembangan fisik dan pakaian anak-anaknya. Di samping
orang tua mempunyai tanggung jawab pada perkembangan fisik anak, mereka juga
mempunyai tanggung jawab yang sangat lebih penting yaitu tanggungjawab terhadap
perkembangan jiwa dan ruhani anak-anak mereka. Hal tersebut disebutkan dalam
Quran surat An-Nisa’ ayat 9 dan surat at Tahriim ayat 6.Kedua ayat tersebut
memberikan isyarat bahwa orang tua harus memberikan pendidikan yang baik dan
berkata yang benar kepada anak-anaknya agar anak-anak tersebut menjadi manusia
yang kuat baik dari segi fisik dan jiwa sehingga anak-anak tersebut dapat
melaksanakan perintah Allah SWT dan dapat meninggalkan larangan-larangan Allah
SWT sebagai bekal dalam menjalani kehidupannya.Pendidikan yang baik yang
dilakukan orang tua di rumah merupakan penanaman pendidikan karakter sejak dini
kepada anak. Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus yang
melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan
tindakan (action). Pendidikan karakter ini penting agar tidak terjadi split
of personality (kepribadian yang terpecah) yaitu belum mampu menyatukan
perkataan dengan perbuatan, ada kesenjangan antara teori dengan praktik.
Penanaman karakter ini dapat dilakukan orang tua dengan berbagai cara sebagai
berikut:
- Belajar Sosial – Sebuah Budaya Keluarga Karakter.
- Instruksi Langsung–Momen-momen untuk Membangun Karakter.
- Mendongeng – Belajar Sifat-sifat Karakter dari Sastra dan Kehidupan.
- Belajar Lewat Pengalaman – Mempraktekkan Sifat-sifat Karakter.
Selain keluarga sekolah pun juga berperan
dalam mempengaruhi pendidikan moral dan karakter dari anak. Semua Lembaga
Pendidikan baik mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi adalah rumah kedua
bagi siswa/mahasiswa, karena lembaga pendidikan yang nyaman bagaikan rumah
sendiri akan membuat siswa/mahasiswa bersemangat dalam belajar tanpa merasa
bosan. Melalui pembelajaran di sekolah ini siswa/mahasiswa juga mendapatkan
pendidikan karakter. Kurikulum merupakan gambaran komprehensif program yang ada
di lembaga pendidikan. Melalui kurikulum ini pula pendidikan karakter dirancang
di dalamnya dan memberikan peluang seluas-luasnya bagi lembaga pendidikan dan
tenaga pendidik untuk melakukan praktik-praktik pendidikan dalam rangka
mengembangkan semua potensi yang dimiliki siswa/mahasiswa, baik melalui proses
pembelajaran di kelas maupun melalui program pengembangan diri
(ekstrakurikuler). Pengembangan potensi peserta didik tersebut dimaksudkan untuk
memantapkan kesadaran diri tentang kemampuan atau life skill terutama
kemampuan personal (personal skill) yang dimilikinya. Mereka menyatakan
bahwa penerapan pendidikan berkarakter moral mempengaruhi peningkatan motivasi
siswa dalam meraih prestasi. Bahkan kelas-kelas yang secara komprehensif
terlibat dalam pendidikan karakter menunjukan penurunan drastis pada perilaku
negatif siswa yang dapat menghambat keberhasilan akademik. Hal ini disebabkan
salah satu tujuan pendidikan karakter adalah untuk pengembangan kepribadian
yang berintegritas terhadap nilai atau aturan yang ada. Ketika individu
mempunyai integritas maka ia akan memiliki keyakinan terhadap potensi diri (self
efficacy) untuk menghadapi hambatan dalam belajar.
Beberapa tema-tema moral yang berhubungan
dengan kognitif ditemukan dalam penelitian Narvaes (dalam mardia). Peserta
didik yang mendapatkan pendidikan berkarakter moral akan lebih; 1. Mudah
memahami situasi moral secara akurat dan menegakkan aturan atau nilai yang
diinternalisasi, 2. Mempunyai alat atau metode untuk memecahkan masalah moral
yang kompleks, 3. Tetap berfokus terhadap tugas-tugas akademis dan termotivasi
untuk mengatasi hambatan dalam pembelajaran, 4. Mampu memprioritaskan
tujuan-tujuan etis untuk pengembangan diri dan pemberdayaan sosial. Oleh karena
itu, negara-negara maju turut menekankan pendidikan berkarakter moral tersebut
sebagai soft-skill yang mengikuti kompetensi pembelajaran. Dengan
demikian, lulusan dunia pendidikan akan lebih siap berkompetisi dalam era
global saat ini.
Meskipun sekolah merupakan lingkungan kedua
bagi anak dalam pembentukan karakter namun sekolah merupakan komunitas untuk
melakukan sharing nilai dengan guru, teman sebaya dan sivitas akademika.
Apalagi, fenomena kurikulum sekarang yang sarat beban bagi anak menyebabkan ia
tinggal lebih lama di sekolah daripada di lingkungan keluarga dan masyarakat.
Dalam membangun manusia yang berkarakter moral sebaiknya lembaga pendidikan: Menyediakan pendidikan moral agama dengan
pembelajaran berbasis masalah (problem based learning), menyiapkan guru, kakak kelas, sivitas
akademika, alumni sebagai role model, menyediakan perangkat nilai dan aturan yang jelas, rasional dan konsisten,
membangun sinergitas antara pihak sekolah, keluarga, masyarakat dan pemerintah,
Pendidikan berkarakter moral dimasukkan dalam kegiatan intra, ekstra dan
ko-kulikuler sebagai hidden curriculum dan menyajikan story telling melalui multi
media dengan melibatkan peran sebagai role model karakter moral.
Disamping pendidikan moral dan karakter dari orang tua Peran masyarakat dalam
pembangunan pada umumnya dimulai dari tahap pembuatan keputusan, penerapan
keputusan, penikmatan hasil, dan evaluasi kegiatan.
Evaluasi kebijakan sendiri pada dasarnya merupakan suatu aktivitas yang
dimaksudkan untuk mengetahui apakah suatu kebijakan dapat dilaksanakan atau
tidak, serta mampu mencapai apa yang diharapkan apa belum (Imron : 2012)
Selain lingkungan keluarga dan lembaga
pendidikan, perkembangan kepribadian anak juga dipengaruhi oleh masyarakat.
Masyarakat merupakan sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung
satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat mengacu sekelompok orang yang
hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur. Keberadaan masyarakat yang
menghargai ajaran Islam, turut memberikan kontribusi bagi anak dalam memahami
makna hidup, mempraktekkan ajaran Islam, rajin beramal, cinta damai, suka
menyambung ukhuwah islamiyah. Jika nilai-nilai Islam melekat pada budaya
masyarakat, tentunya secara tidak langsung akan dapat mendorong pembentukan
karakter Islami pada diri seorang anak. Peran Masyarakat dalam Pembentukan
Karakter Anak dapat Diklasifikasikan dalam dua hal: 1. Peran melalui keberadaan
masyarakat yang berjalan secara alamiah dan terbuka, 2. Peran masyarakat yang
terlembagakan dalam organisasi-organisasi sosial.Intinya orang tua, lembaga
pendidikan, dan masyarakat harus bersinergi dalam menanamkan karakter bagi
anak-anak bangsa mendatang.
Simpulan
Pemerintah diharapkan lebih serius dalam menangani kemerosotan
moral dan budi pekerti anak, tidak hanya sebatas menetapkan kebijakan. Hal ini
dapat dilakukan dengan jalan: Mengalokasikan anggaran pelatihan bagi para guru
dalam melakukan integrasi materi moral dan karakter kedalam setiap mata
pelajaran di sekolah.
Bagi orang tua yang berkecukupan diharapkan tidak
hanya mengejar materi dan karier semata, tetapi memberikan perhatian yang lebih
kepada anak-anaknya, yaitu dengan cara memberikan penanaman nilai-nilai agama
sejak dini. Sementara itu, bagi orang tua yang kurang mampu diharapkan tidak
terlalu membebani anak dengan tuntutan bekerja, sementara mengabaikan hak
mereka untuk mendapatkan pendidikan, khususnya pendidikan moral dan karakter
anak.
Daftar Rujukan
Imron, Ali. 2012. Kebijakanaan
pendidikan di Indonesia: proses, produk, dan masa depannya. Jakarta: Bumi Aksara
Mardia. Menanamkan Nilai Moral dan Keagamaan Pada
Anak. Online: (file:///C:/Users/dell/Downloads/MENANAMKAN-NILAI-MORAL-DAN-KEAGAMAAN-PADA-ANAK.pdf). Diakses pada 26
November 2017
Rahayu, Retno Indah. Peran Orang Tua, Lembaga Pendidikan, dan Masyarakat dalam menanamkan
karakter. Online : (lpialharomainsby.com/?p=310). Diakses pada tanggal 26
November 2017
Undang-Undang
Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Sinar Grafika
Zuriah, Nurul. 2007. Pendidikan Moral & Budi Pekerti Dalam
Perspektif Perubahan. Jakarta: Bumi Aksara
Tanpa Nama. Analisis pendidikan karakter. Online:
(http//pendidikan-pemikiran.blogspot.co.id/2012/02/anlisis-pendidikan-karakter.html?m=1).
Diakses pada tanggal 26 November 2017.










