This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sabtu, 04 Mei 2019

PENGARUH PENDIDIKAN TERHADAP KREATIVITAS INDIVIDU - PAPER


PENGARUH PENDIDIKAN TERHADAP KREATIVITAS INDIVIDU


PAPER
Untuk memenuhi tugas ujian tengah semester
Ekonomi Pendidikan
yang dibina oleh Bapak Dr. Asep Sunandar, S.Pd., M.Ap


oleh
Linda Kurnia Pratiwi
NIM 160131600450









UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
ADMINISTRASI PENDIDIKAN
MARET 2019
A.    Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu investasi besar dalam membangun jati diri suatu bangsa. Oleh karena itu setiap individu diwajibkan untuk menempuh pendidikan melalui suatu proses pembelajaran. Tercapainya suatu tujuan pendidikan salah satunya ditentukan oleh sumber daya manusia yang terlibat dalam suatu pendidikan. Proses pendidikan yang bermutu akan menghasilkan keluaran yang berkualitas. Para ahli berpendapat bahwa suatu sistem pendidikan bisa dikatakan berkualitas apabila seorang individu tersebut dapat melakukan proses kegiatan pendidikan belajar megajar dengan ide-ide baru yang lebih menarik dan tidak membosankan. Untuk dapat mencapai sebuah pendidikan yang berkualitas maka suatu individu perlu menguasai pengetahuan, ketrampilan, maupun keahlian sesuai dengan perkembangan teknologi yang ada. Dalam era yang serba canggih dan ketat akan persaingan global ini individu dituntut untuk mempersiapkan dirinya menjadi individu yang berkualitas agar dapat bersaing dengan Negara lain. Akan tetapi masih banyak ditemukan suatu sistem pendidikan belum sepenuhnya dapat mengembangkan dan menghasilkan keluaran atau lulusan-lulusan untuk dapat menjadi sosok individu yang kretif. Akan tetapi dengan memunculkan suatu kreativitas dalam proses pembelajaran maka secara tidak langsung ini akan berpengaruh terhadap kreativitas individu tersebut. Hal ini sejalan dengan penjelasan Renzulli (dalam Munandar,2009) yang mengatakan bahwa kreativitas merupakan kemampuan seorang individu dalam menciptakan ide-ide baru, sebagai kemampuan dalam memberikan ide-ide baru dalam yang nantinya dapat digunakan sebagai pemecah masalah dan kemampuan untuk mengetahui hal apa saja yang menjadi unsur penghubung yang sudah ada sebelumnya.

B.     Konteks
Pendidikan merupakan usaha perbaikan dan mengembangkan bakat diri seorang siswa melalui proses pembelajaran. Hal sesuai dengan UU No. 20 tahun 2003 yang mengartikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Untuk mengembangkan suatu bakat dari diri seorang siswa pastinya dibutuhkan suatu kreativitas dari individu tersebut. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas individu menurut Roger (dalam Munandar,2009) tersebut yakni adanya keinginan dari individu itu sendiri untuk meningkatkan dan mengeksplor kreativitas dan potensi yang dimilikinya. Selain itu lingkungan keluarga juga berpengaruh untuk memberikan dukungan dan dorongan kepada individu untuk menignkatkan kreativitas dari individu itu sendiri.Menurut Harindja (2002) apabila suatu individu memiliki tingkat pendidikan yang tinggi dan kualitas yang tinggi pula ini akan berdampak langsung pada kualitas pelayanan
Jadi dapat disimpulkan bahwa kualitas pendidikan yang baik akan berpengaruh terhadap kreativitas dari individu tersebut sehingga nantinya suatu pendidikan akan ini dapat berkembang dan berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan perkembangan zaman.

C.     Penutup
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana dalam mengembangkan kemampuan berfikir secara kreatif dan aktif dan merubah pola tingkah laku dari individu tersebut melalui proses kegiatan pembelajaran. Setiap individu yang ingin memiliki kualitas yang tinggi maka tingkat pencapaian suatu pendidikan yang diraihnyapun harus tinggi. Dalam hal ini faktor yang berasal dari diri sendiri dan dari keluarga sebagai pendorong dalam meningkatkan kretivitas individu tersebut.

RUJUKAN
Hariandja, M.T.E. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Grasindo.
Munandar, U. 2009. Pengembangan Kretivitas Anak yang Berbakat. Jakarta:Rineka Cipta.
Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.Jakarta: Sinar Grafika.

MENGUKUR KEABSAHAN INSTRUMEN TES


MENGUKUR KEABSAHAN INSTRUMEN TES
(Tingkat Kesukaran dan Daya Beda)


MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Evaluasi Program Pendidikan
yang dibina oleh Bapak Imam Gunawan, M.Pd.




oleh
Beti Widaryati                          160131600417
Erni Febriana                          160131600471
Linda Kurnia Pratiwi                160131600450
Ramadhanti Dita Nur S          160131600460

 





UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
ADMINISTRASI PENDIDIKAN
Januari 2018

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca. Makalah ini disusun dalam rangka untuk menyelesaikan tugas dari dosen kami Bapak Imam Gunawan, M.Pd selaku pengampu mata kuliah Evaluasi Program Pendidikan.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu, kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.


      Malang, Januari 2018

                                                                                                Penyusun


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………..i
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang …………………………………………………………….1
B.    Rumusan Masalah…………………………………………………………2
C.   Tujuan……………………………………………………………………….2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Tingkat Kesukaran…………………………………………………………3
B.    Daya Beda……………………………………………………………….....5
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan ………………………………………………………………...7
B.    Saran………………………………………………………………………...7
DAFTAR RUJUKAN
LAMPIRAN

BAB I
PENDAHULUAN
A.     LATAR BELAKANG
Keberhasilan pendidikan sangat ditentukan oleh proses pembelajaran. Apalagi di masa sekarang yang serba canggih. Untuk mengukur keberhasilan suatu proses pembelajaran maka diperlukan evaluasi dan analisis. Manfaat dari evaluasi sendiri yaitu untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan pembelajaran dalam rangka meningkatkan proses pembelajaran. Karena itu sangat penting untuk mengadakan analisis menngenai tingkat kesukaran dan daya beda. Hasil dari penilaian sendiri diperlukan penganalisisan untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan proses pembelajaran. Salah satu tugas penting yang seringkali dilakukan oleh seorang pengajar adalah tugas melakukan evaluasi terhadap alat pengukur yang telah digunakan untuk mengukur keberhasilan belajar dari para peserta didiknya. Alat pengukur yang dimaksud adalah tes hasil belajar, yang terdiri dari berbagai macam soal. Dan disini seorang guru juga perlu melakukan penelusuran dan pelacakan dengan secara cermat, terhadap butir-butir soal yang merupakan bagian tak terpisahkan dari tes hasil belajar sebagai suatu totalitas. Secara teori dapat dinyatakan bahwa peserta didik yang mempunyai tingkat kemampuan yang tinggi, peluang untuk menjawab benar pada suatu tes juga tinggi. Apabila suatu butir tes dijawab dengan benar oleh semua peserta tes, berarti butir tes tersebut sangat mudah. Sebaliknya apabila tidak ada peserta tes yang menjawab benar pada suatu butir tes berarti butir tes tersebut sangat mudah. Sebaliknya apabila tidak ada peserta tes yang menjawab benar pada suatu butir tes berarti butir tes tersebut sangat sukar. Butir yang ekstrem, sangat mudah atau sangat sukar tidak memberikan informasi yang berguna mengenai keadaan peserta tes pada acuan norma. Pada tes acuan kriteria butir yang bisa dijawab oleh seluruh peserta tes merupakan butir tes yang dapat memberikan informasi yang berguna.
Penelusuran dan pelacakan dilaksanakan oleh guru untuk mengetahui apakah butir-butir soal tersebut yang fungsinya sebagai alat pengkur tingkat keberhasilan tersebut sudah memenuhi atau belum terhadap suatu proses pembelajaran. Sehingga pada masa yang akan datang tes hasil belajar yang disusun atau dirancang oleh guru itu betul-betul dapat menjalankan fungsinya sebagai alat pengukur hasil belajar yang memiliki kualitas yang tinggi. Baik tes acuan norma ataupun tes acuan kriteria butir tes yang memiliki daya pembeda negatif mungkin disebabkan karena kesalahan tes, tidak efektifnya proses pembelajaran atau tidak efisiennya peserta didik belajar.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana mengukur tingkat kesukaran suatu tes?
2.      Bagaimana mengukur daya beda suatu tes?

C.     TUJUAN
1.      Untuk mengetahui cara pengukuran dari tingkat kesukaran suatu tes.
2.      Untuk mengetahui cara pengukuran daya beda dari suatu tes.

BAB II
PEMBAHASAN
A.     Tingkat Kesukaran
Analisis tingkat kesukaran butir seoal dimaksudkan untuk mengkaji  butir-butir soal dari segi kesukarannya sehingga dapat diperoleh butir-butir soal yang termasuk kategori mudah, sedang, dan sukar (Bagiyono,2017).  Suatu tes yang diberikan kepada para peserta didik tidak boleh terlalu mudah dan juga tidak boleh terlalu sukar. Tes yang diberikan terlalu mudah dikerjakan oleh para peserta didik bukanlah suatu tes yang baik. Namun, apabila tes yang diberikan terlalu sukar maka akan sulit dikerjakan oleh para peserta didik. Oleh karena itu, sebuah tes memiliku tingkat kesukaran tertentu. Tes yang dilakukan bermaksud untuk membedakan antara peserta didik yang memahami pelajaran yang telah disampaikan dengan peserta didik yang kurang memahami sehingga diperlukan tes yang baik agar dapat membedakan antara kedua golongan peserta didik tersebut.
Sirait (1989:298) mengatakan bahwa kesukaran merupakan butir pertanyaan pada sebuah tes di kelas yang dapat dinyatakan sebagai proporsi acuan kelas yang menjawabnya dengan benar. Proporsi tersebut adalah indeks kesukaran. Sehingga semakin besar proporsi yang bisa dijawab maka pertanyaan benar (makin besar indeks kesukaran) makin mudah butir pertanyaan yang bersangkutan. Menurut Arikunto (2009: 210), penentuan kelayakan soal perlu memperhatikan tujuan penggunaan soal, jika soal tes digunakan untuk memperoleh pencapaian hasil belajar peserta didik, maka soal tes cenderung menggunakan soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar (sulit).
Menurut Allen & Yen dalam Suwarto (2013: 105) tingkat kesukaran butir tes adalah sebagai proporsi peserta yang dapat menjawab soal dengan benar. Tingkat kesukaran diwakili oleh satu indeks. Dimana indeks dalam setiap item diperoleh dari jumlah skor siswa terhadap item tersebut dibandingkan dengan jumlah siswa yang menjawab item tersebut (Zein, dkk, 2013).
1.      Tingkat keukaran diwakili oleh satu indeks. Indeks setiap item diperoleh dari jumlah skor siswa terhadap item tersebut dibandigkan dengan jumlah siswa yang menjawab item tersebut.

Untuk menghitung tingkat kesukaran suatu tes berbentuk pilihan ganda dapat menggunakan persamaan berikut:

P =
Keterangan: P = tingkat kesukaran soal
B = jumlah peserta didik yang menjawab benar
N = jumlah seluruh peserta didik yang tes
(Suwarto, 2007:168)
Indeks kesukaran menurut Solichin (2017: 197) dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
P > 0,70 Kategori Soal Mudah
P = 0,30 - 0,70 Kategori Soal Sedang
P < 0,30 Kategori Soal Sukar
Perhitungan tingkat kesukaran berada pada lampiran 1a.
Tingkat kesukaran butir tes adalah peluang untuk menjawab benar pada butir tes dan pada tingkat kemampuan tertentu. Tingkat kesukaran butir sebenarnya merupakan nilai rata-rata dari kelompok peserta tes.
Secara teori dapat dinyatakan bahwa peserta didik yang mempunyai tingkat kemampuan yang tinggi, peluang untuk menjawab benar pada suatu tes juga tinggi. Apabila suatu butir tes dijawab dengan benar oleh semua peserta tes, berarti butir tes tersebut sangat mudah. Sebaliknya apabila tidak ada peserta tes yang menjawab benar pada suatu butir tes berarti butir tes tersebut sangat mudah. Sebaliknya apabila tidak ada peserta tes yang menjawab benar pada suatu butir tes berarti butir tes tersebut sangat sukar. Butir yang ekstrem, sangat mudah atau sangat sukar tidak memberikan informasi yang berguna mengenai keadaan peserta tes pada acuan norma. Pada tes acuan kriteria butir yang bisa dijawab oleh seluruh peserta tes merupakan butir tes yang dapat memberikan informasi yang berguna.
Menurut Thoha (2003), sebaiknya tingkat kesukaran soal itu dipertahankan dalam batas yang mampu memberikan daya pembeda. Meskipun demikian, apabila terdapat tujuan khusus penyusunan tes dapat pula pertimbangan tersebut dikesampingkan, seperti tingkat kesukaran item untuk tes sumatif berbeda dengan tingkat kesukaran pada tes diagnostik. Melalui kajian dan analisis tingkat kesukaran terhadap tes yang diujikan akan dapat diungkapkan kelayakan soal tes, baik masing-masing butir soal tes maupun kesuluruhan soal tes (Santos, 2012).

Faktor-faktor Mempengaruhi Kesukaran Soal
            Menurut Sirait (1989:301) kesukaran sebuah butir pertanyaan adalah fungsi dari pengalaman belajar peserta-peserta ujian, pertanyaan yang ditanyakan dan jawaban-jawaban yang ditawarkan. Kekomplekan pokok soal itu mempengaruhi kesukaran butir pertanyaan. Barangkali, yang lebih berpengaruh adalah pilihan-pilihan yang disediakan . jika pilihan itu agak homogen, maka butir pertanyaan itu lebih sukar daripada jika pilihan itu relatif heterogen.

B.     Daya Beda
Daya beda butir soal tes adalah kesanggupan butir soal tes dalam membedakan antara peserta didik atau peserta tes yang memiliki penguasaan materi tinggi dan peserta didik yang memiliki penguasaan materi rendah (Sudjana, 2007: 141). Daya pembeda suatu butir tes berfungsi untuk menentukan dapat tidaknya suatu soal membedakan kelompok dalam aspek yang diukur sesuai dengan perbedaan yang ada dalam kelompok tersebut. Tujuan dari pengujian daya pembeda untuk membedakan antara peserta tes yang berkemampuan tinggi dengan peserta tes yang berkemampuan rendah (Suwarto, 2013: 108). Daya pembeda adalah kemampuan suatu item tes yang dapat membedakan siswa yang pandai atau telah menguasai materi yang ditanyakan dari anak yang tidak pandai atau belum menguasai materi (Syamsudi, 2012 dan Kadir, 2015).
Pada prinsipnya indeks daya pembeda dihitung atas dasar pembagian kelompok menjadi dua bagian, yaitu kelompok atas yang merupakan kelompok peserta tes yang memiliki kemampuan tinggi dengan kelompok bawah yaitu kelompok peserta tes yang berkemampuan rendah ditunjukkan dengan perolehan skor yang rendah. Menurut Crocker & algina (dalam suwarto: 2013) menyatakan bahwa yang paling stabil dan sensitif serta paling banyak digunakan adalah dengan menentukan 27% kelompok atas 27% kelompok bawah. Indeks daya pembeda didefinisikan sebagai selisih antara proporsi jawaban benar pada kelompok atas dengan proporsi jawaban benar pada kelompok bawah.
Menurut Supranata dalam Suwarto (2013) Indeks daya pembeda yang diungkapkan dirumuskan sebagai berikut:
D =
D = Indeks daya pembeda
A = Banyaknya peserta tes yang menjawab benar pada kelompok atas  (27%).
B = Banyaknya peserta tes yang menjawab benar pada kelompok bawah (27%).
NA  = Banyaknya peserta tes kelompok atas.
NB  = Banyaknya peserta tes kelompok bawah.
Menurut Arikunto Suharsimi dalam Yuslita,dkk (2016: 136), kriteria indeks daya beda soal adalah sebagai berikut:
DP  = 0,00 – 0,20 = jelek
DP  = 0,21 – 0,40 = cukup
DP  = 0,41 – 0,70 = baik
DP  = 0,71 – 1,00 = baiksekali
DP   = Negatif daya pembeda soal adalah sangat jelek
Perhitungan daya beda soal berada pada lampiran 1b.
Jika soal dapat membedakan dengan baik kedua kelompok tersebut, maka kebanyakan peserta tes pada kelompok atas akan menjawab benar dan kebanyakan peserta tes pada kelompok bewah akan menjawab salah. Indeks daya pembeda ditentukan berdasarkan gambaran sederhana tersebut. Sebagian butir tes mungkin memiliki indeks daya pembeda sangat rendah atau 0 (nol), apabila semua peserta didik menjawab benar suatu butir tes. Hal ini menunjukkan taraf keefektifan pembelajaran.
Baik tes acuan norma ataupun tes acuan kriteria butir tes yang memiliki daya pembeda negatif mungkin disebabkan karena kesalahan tes, tidak efektifnya proses pembelajaran atau tidak efisiennya peserta didik belajar. Langkah yang dilakukan untuk menghitung daya pembeda butir tes uraian sama seperti apa yang dilakukan pada butir tes pilihan ganda. Bagilah seluruh peserta tes menjadi 27% kelompok atas, yaitu kelompok yang memiliki skor total tinggi dan 27% kelompok bawah, yaitu kelompok peserta tes yang memperoleh skor rendah. Daya beda yang ideal adalah daya beda diatas 0,40 (Nurkancana dan Sumartana, 1986).

BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Tingkat kesukaran butir tes adalah peluang untuk menjawab benar pada butir tes dan pada tingkat kemampuan tertentu. Tingkat kesukaran dan daya beda suatu item soal berbeda dari satu kelompok peserta didik dengan kelompok peserta didik yang lainnya. Item soal yang baik adalah item soal yang dapat membedakan antara kemampuan peserta didik yang tinggi dengan yang rendah.

B.     Saran
Sebaiknya tingkat kesukaran dalam sebuah tes diteliti dan daya beda setiap tes ditentukan agar tidak dapat terjadinya pecontekan yang semakin tinggi. Karena sampai saat ini tingkat percontekan sudah jadi hal biasa dikalangan pelajar. Tingkat kesukaran lebih dipertimbangkan serta daya beda lebih ditinggikan itu akan membuat setiap siswa mampu menguji kemampuannya masing-masing.



DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, Suharsimi.2009.Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.Jakarta: PT Bumi Aksara
Bagiyono.2017.Analisis Tingkat Kesukaraan dan Daya Pembeda Butir Soal Ujian Pelatihan Radiografi Tingkat 1.Jurnal.(Online), Volume 2 (www.jurnal.batan.go.id), diakses pada 6 Februari 2018
Kadir.2015.Menyusun dan Menganalisis Tes Hasil Belajar.Jurnal.(Online), Volume 8 (www.ejournal.iainkendari.ac.id), diakses pada 6 Februari 2018
Nurkancana, Wayan.1986.Evaluasi Pendidikan.Surabaya: Usaha Nasional
Santos.2012.Tingkat Kesukaran dan Daya Beda Butir-Butir Soal Ujian Akhir Semester (UAS) Bahasa Indonesia.Jurnal.(Online), (www.jurnal-online.um.ac.id), diakses pada 6 Februari 2018
Sirait. 1989. Evaluasi Hasil Belajar Siswa. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Jakarta
Solichin,M.2017.Analisis Daya Beda Soal, Taraf Kesukaran, Validitas Butir Tes, interpretasi Hasil Tes dan Validitas Ramalan dalam Evaluasi Pendidikan.Jurnal.(Online), Volume 2 (www.journal.unipdu.ac.id), diakses pada 25 Januari 2018.
Sochibin, A. dkk.2009. PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERPIMPIN UNTUK PENINGKATAN PEMAHAMAN DAN KETERAMPILANBERPIKIR KRITIS SISWA SD. Jurnal. (Online), Volume 5 (http://journal.unnes.ac.id), diakses 6 Februari 2018
Sudjana, Nana.2007.Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Suwarto.2013.Pengembangan Tes Diagnostik Dalam Pembelajaran: Panduan Praktis Bagi Pendidik dan Calon Pendidik.Yogyakarta: Pustaka Belajar
Suwarto.2007.Tingkat Kesulitan, Daya Beda, dan Reabilitas Tes Menurut Teori Tes Klasik.Jurnal.(Online), Jilid 2 (www.download.portalgaruda.org), diakses pada 25 Januari 2018
Syamsudin.2012.Pengukuran Daya Pembeda Taraf Kesukaran dan Pola Jawaban Tes.Jurnal.(Online),Volume 1 (www.download.portalgaruda.org), diakses pada 6 Februari 2018
Thoha,M.2003.Teknik Evaluasi Pendidikan.Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Yuslita, H, dkk.2016.Analisis Tingkat Kesukaran soal dan Daya Pembeda Soal Mata Pelajaran Sejarah Kelas XI Semester Ganjil di SMA Negeri 5 Banda Aceh Tahun Pelajaran 2015-2016.Jurnal.(Online), Volume 1 (www.jim.unsyiah.ac.id), diakses pada 25 Januari 2018.
Zein,dkk.2013.Hubungan Antara Validitas Butir, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Soal Ujian Semester Genap Bidang Studi Biologi Kelas XI SMA/MA Negeri di Kota Padang.Jurnal. (Online), Volume 43 (www.jurnal.fmipa.unila.ac.id), diakses pada 6 Februari 2018




SARANA DAN PRASARANA YANG KURANG MEMADAI DALAM PENDIDIKAN


SARANA DAN PRASARANA YANG KURANG MEMADAI DALAM PENDIDIKAN


UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Bahasa Indonesia Keilmuan
Yang dibina oleh Ibu Dewi Ariani, S.S., S.Pd., M.Pd.



Oleh:

Ayu Aninya Rasyad                                                   160131600445
Linda Kurnia Pratiwi                                                  160131600450
            Siti Maisaroh                                                               160131600411


Description: Description: Um 5
 













UNIVERSITAS NEGERI  MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN
April 2017


BAB I
PENDAHULUAN

A.                              Latar Belakang

          Di dalam dunia pendidikan, banyak hal yang dapat menunjang proses pembelajaran diantaranya adalah sarana dan prasarana. Apabila sarana dan prasarana tidak tersebar secara merata, maka kemajuan pendidikan juga tidak merata. Seperti yang terjadi saat ini banyak sekolah yang belum bisa mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) khususnya di daerah yang terpencil, karena kurangnya dana untuk menunjang sarana dan prasarana.
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No.24 Tentang Standar Sarana dan Prasarana Pasal 1, Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama atau Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTS), dan Sekolah Menengah Atas atau Madrasah Aliyah (SMA/MA) mencakup kriteria minimum sarana dan kriteria minimum prasarana. Kurangnya berbagai sarana dan prasarana  dalam pendidikan tentu sangat penting untuk dibahas karena saat ini sudah sering kita jumpai beberapa sekolah di suatu daerah yang berada di pelosok tidak mengalami kemajuan bahkan juga tidak berkembang. Pendidikan yang semakin maju ke arah modern menuntut sekolah untuk terus mengikuti perkembangan, tetapi disisi lain kurangnya pendanaan adalah satu-satunya sebab ketertinggalan pada sarana dan prasarana sehingga untuk mengikuti perkembangan adalah suatu hal yang sulit.
Menurut Depdiknas (dalam Barnawi dan Arifin, 2012:47), telah membedakan antara sarana pendidikan dan prasarana pendidikan. Sarana pendidikana adalah semua perangkat peralatan, bahan, dan perabot yang secara langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah. Prasarana pendidikan adalah semua perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak langsung menunjang pelaksanaan proses pendidikan di sekolah. Penekanan dan pengertian tersebut ialah pada sifatnya, sarana bersifat langsung, dan prasarana tidak bersifat langsung dalam menunjang proses pendidikan. Dengan begitu, manajemen sarana dan prasarana pendidikan dapat diartikan sebagai segenap proses pengadaan dan pendayagunaan komponen-komponen yang secara langsung maupun tidak langsung menunjang proses pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
Berdasarkan pengalaman dari penulis di atas dalam makalah ini penulis mengangkat judul “Sarana dan Prasarana yang Kurang Memadai Dalam Pendidikan” agar nantinya pemerintah merealisasikan secara merata, sehingga tidak ada lagi sekolah-sekolah di daerah perkotaan maupun pedesaan yang tertinggal dikarenakan kurang tercukupinya sarana prasarana. Begitu pula diharapkan kepada guru dan wali murid untuk ikut andil dalam pengadaan sarana dan prasarana di sekolah dengan cara sekolah tersebut menuntut peserta didik agar lebih kreatif dalam menciptakan kewirausahaan di sekolah, sehingga menghasilkan pemasukan untuk mencukupi sarana dan prasarana.

B.                               Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis menguraikan rumusan masalah sebagai berikut.
1.                                     Mengapa sarana dan prasarana pendidikan di Indonesia kurang memadai.
2.             Apa akibat sarana dan prasarana tidak tersebar secara merata dan kurang memadai.
3.             Bagaimana solusi yang digunakan untuk mengatasi permasalahan saran dan prasarana yang kurang memadai.

C.                              Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penulis menguraiakn tujuan sebagai berikut.
1.             Menjelaskan penyebab sarana dan prasarana pendidikan di Indonesia kurang memadai.
2.             Mejelaskan akibat sarana dan prasarana tidak tersebar merata dan kurang memadai.
3.             Menjelaskan solusi yang digunakan untuk mengatasi permasalahan sarana dan prasarana yang kurang memadai.


BAB II
BAHASAN
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan pada Bab I, pada bagian ini disajikan tentang (1) Penyebab sarana dan prasarana di Indonesia kurang memadai, (2) Akibat apabila sarana dan prasarana pendidikan tidak tersebar merata atau kurang memadai, (3) Solusi untuk mengatasi permasalahan sarana dan prasaran yang kurang memadai.

1.                  Penyebab Sarana dan Prasarana di Indonesia Kurang Memadai

Permasalahan pemerataan dapat terjadi karena kurang terorganisirnya koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, bahkan hingga daerah terpencil sekalipun. Hal ini menyebabkan terputusnya komunikasi antara pemerintah pusat dengan daerah. Selain itu, masalah pemerataan pendidikan juga terjadi karena kurang berdayanya suatu lembaga pendidikan untuk melakukan proses pendidikan. Hal ini bisa terjadi jika kontrol pendidikan yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah tidak menjangkau daerah-daerah terpencil. Jadi hal ini akan mengakibatkan mayoritas pendidik Indonesia yang dalam usia sekolah, tidak dapat mengenyam pelaksanaan pendidikan sebagaimana yang diharapkan. Aspek sarana dan prasarana pendidikan berkenaan dengan fasilitas dan kemudahan-kemudahan dalam pendidikan yang tersedia. Sarana dan prasarana pendidikan masih sangat tergantung pengadaannya dari pemerintah pusat, sementara pendistribusiannya belum terjamin merata sampai ketujuannya sehingga kemandirian dan rasa turut bertanggung jawab daerah masih dirasakan kurang maksimal. Permasalahan-permasalahan yang menyangkut fasilitas pendidikan ini, erat kaitannya dengan kondisi tanah, bangunan dan perabot yang menjadi penunjang terlaksananya proses pendidikan.
Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaimana system pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga negara untuk memperoleh pendidikan yang layak, sehingga penidikan itu menjadi wahana bagi pembangunan sumber daya manusia untuk menunjang pembangunan. Masalah pemerataan pendidikan timbul apabila masih banyak warga negara khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat ditempuh di dalam sistem pendidikan atau lembaga pendidikan karena minimnya fasilitas yang tersedia. Ada beberapa hal yang menyebabkan masalah pemerataan sarana dan prasarana pendidikan, sebab-sebab tersebut antara lain: keadaan geografis yang heterogen sehingga sangat sulit untuk menjangkau daerah-daerah tertentu.
Sampai saat ini 88,8 persen sekolah di Indonesia mulai SD hingga SMA/SMK, belum melewati mutu standar pelayanan minimal. Pada pendidikan dasar hingga kini layanan pendidikan mulai dari guru, bangunan sekolah, fasilitas perpustakaan dan laboratorium, buku-buku pelajaran dan pengayaan, serta buku referensi masih minim. Pada jenjang Sekolah Dasar (SD) baru 3,29% dari 146.904 yang masuk kategori Sekolah Standar Nasional 51,71% kategori standar minimal dan 44,84% di bawah standar pendidikan, pada jenjang SMP 28,41% dari 34.185, 44,45% berstandar minimal dan 26% tidak memenuhi standar pelayanan minimal. Hal tersebut membuktikan bahwa pendidikan di Indonesia tidak terpenuhi sarana dan prasarananya.
Data Balitbang Depdiknas (2003), menyebutkan untuk satuan SD terdapat 146.052 lembaga menampung 25.918.898 siswa serta memiliki 865.258 ruang kelas. Dari seluruh ruang kelas tersebut sebanyak 364.440 atau 42,12% berkondisi baik, 299.581 atau 34,62% mengalami kerusakan ringan dan sebanyak 201.237 atau 23,26% mengalami kerusakan berat. Kalau kondisi ini diperhitungkan angka kerusakannya lebih tinggi karena kondisi ini lebih buruk dari pada SD pasda umumnya. Keadaan ini juga terjadi di SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK meskipun dengan persentase yang tidak sama.
Banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap, sementara laboratorium tidak standar. Pemakaian Tekonologi Informasi tidak memadai dan sebagainya. permasalahan sarana dan prasarana ini, sering dijumpai pada daerah-daerah yang terpencil atau pedalaman, seperti pedalaman Kalimantan. Biasanya keterbatasan sarana dan prasarana ini mulai dari gedung sekolah yang ruangannya tidak layak dipakai untuk mendapatkan suasana belajar yang nyaman, kondusif dan, hanya terdapat dua atau tiga kelas saja, tidak terdapat ruangan lain seperti perpustakaan, laboratorium, sarana olahraga, sarana belajar seperti buku paket yang update serta fasilitas lainnya dan jumlah guru yang sangat terbatas.
Situasi seperti itu juga terdapat di daerah perkotaan misalnya ada sekolah yang proses belajar dan pembelajarannya dilakukan di bawah jembatan dan lain-lain. Banyak lagi permasalahan sarana dan prasarana sekolah di Indonesia seiring dengan perkembangan teknologi dan zaman. Misalnya, adanya jaringan internet atau wireless di sekolah dan lainnya.

2.        Akibat Apabila Sarana dan Prasarana Pendidikan tidak Tersebar Merata atau Kurang Memadai

Akibat tidak tersedianya fasilitas tersebut para pelajar megalokasikan kelebihan energinya tersebut untuk hal-hal negatif, misalnya tawuran antar pelajar, kelompok-kelompok kriminal yang umumnya meresahkan masyarakat. Setidaknya ada dua dampak dari kurangnya sarana dan prasarana pendidikan yaitu:
a.                                        Rendahnya Mutu Output Pendidikan
            Kurangnya sarana pendidikan ini berdampak pada rendahnya output pendidikan itu sendiri, sebab di era globalisasi ini diperlukan transformasi pendidikan teknologi yang membutuhkan sarana dan prasarana yang sangat kompleks agar dapat bersaing dengan pasar global. Minimnya sarana ini, menyebabkan generasi muda hanya belajar secara teoritis tanpa wujud yang praksis sehingga pelajar hanya belajar dengan angan-angan yang keluar dari realitas yang sesungguhnya. Ironisnya pemerintah kurang mendukung bahkan cenderung membiarkan tercukupinya fasilitas pendidikan, kerusakan laboratorium, dan ketidakadaan fasilitas penunjang pendidikan lainnya menyebabkan gagalnya sosilalisasi pendidikan berbasis teknologi ini. Kerusakan sekolah merupakan masalah klasik yang cenderung dibiarkan berlarut-larut dan celakanya lagi hal ini hanya sekedar menjadi permainan politik di saat pemilu saja.
b.                                       Kenakalan Remaja dan Perilaku yang Menyimpang.
Secara psikologis pelajar adalah masa transisi dari remaja menuju kedewasaan dimana di dalamnya terjadi gejolak-gejolak batin dan luapan ekspresi kreativitas yang sangat tinggi jika laporan-laporan dan pencairan jati diri ini tidak terpenuhi maka mereka akan cenderung mengekspresikannya dalam bentuk kekecewaan. Kekecewaan dalam bentuk negatif. Sarana Pendidikan yang dimaksud disini, bukan hanya laboratorium, perpustakaan, ataupun peralatan edukatif saja. Tetapi, juga sarana-sarana olahraga ataupun kesenian untuk mengekspresikan diri mereka.
Kehidupan remaja saat ini tentulah berbeda dengan generasi sebelumnya, pelajar saat ini membutuhkan ruang gerak dalam pengembangan kematangan emosi, misalnya saja group band, sepak bola, basket, otomotif dan sebagainya. Jika hal ini tidak dipenuhi ataupun dihambat maka akan cenderung membuat perkumpulan-perkumpulan yang cenderung menyalahi norma. Di Indonesia sendiri masih banyak sekolah ataupun kampus yang tidak memiliki sarana penyaluran emosi ini.

3.              Solusi Untuk Mengatasi Permasalahan Sarana dan Prasarana yang Kurang Memadai
Solusi untuk mengatasi permasalahan sarana dan prasarana yang kurang memadai yaitu dengan cara membuat suatu lembaga khusus yang independen yang bertugas mengawasi pengadaan sarana dan prasarana sekolah di seluruh Indonesia. Hal ini dilakukan demi memajukan pemerataan sarana dan prasarana sekolah untuk menciptakan pendidikan yang baik serta berkualitas di Indonesia.
Solusi lain yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan fungsi keberadaan komite sekolah yang jujur, independen, serta transparan sebagai pihak yang mengawasi kecurangan atau tindak praktik korupsi baik yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan pihak sekolah seharusnya transparan disediakan spesifikasi sesuai dengan anggaran yang ditetapkan.
Walaupun demikian, pemerataan sarana dan prasarana di sekolah masih banyak membutuhkan bantuan dari berbagai pihak. Baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, sekolah dan komite sekolah untuk jujur dan transparan mengenai pengadaan sarana dan prasarana sekolah agar terwujud pemerataan sarana dan prasarana sekolah untuk pendidikan Indonesia yang lebih baik lagi.



BAB III
PENUTUP
Berdasarkan paparan bahasan pada Bab II, berikut ini disajikan beberapa simpulan yang linear mengenai factor penyebab, akibat, dan solusi untuk mengatasi permasalahan sarana dan prasarana pendidikan di Indonesia.

Simpulan
Penyebab sarana dan prasarana di Indonesia kurang memadai dapat terjadi karena kurang terorganisirnya koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Hal ini menyebabkan terputusnya komunikasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Akibat apabila sarana dan prasarana pendidikan tidak tersebar merata adalah tidak tersedianya fasilitas bagi para pelajar mengalokasikan kelebihan energinya untuk hal-hal yang negative. Misalnya tawuran antar pelajar, kelompok-kelompok kriminal yang umumnya meresahkan masyrakat. Solusi untuk mengatasi permasalahan sarana dan prasarana yang kurang memadai dengan cara membuat suatu lembaga khusus yang independen yang bertugas mengawasi pengadaan sarana dan prasarana sekolah di seluruh Indonesia.

Saran
          Untuk tercapainya tujuan pendidikan yang bermutu dan berkualitas, maka sarana dan prasarana di dunia pendidikan haruslah tersebar secara merata dan menyeluruh. Oleh karena itu, pemerintah pusat dan pemerintah daerah diharapkan untuk meningkatkan koordinasi satu sama lain, agar dalam penyampaiannya tidak ada hambatan-hambatan yang dapat dapat memperlambat proses penyampaian sarana dan prasarana pendidikan dapat tersalurkan dengan baik dan merata dan tercapainya pembelajaran yang efektif dengan sarana dan prasarana yang memadai di satuan pendidikan.



DAFTAR RUJUKAN
Barnawi dkk. 2012. Manajemen Sarana dan Prasarana Sekolah. Jogjakarta: Arruz Media.
Tim Dosen AP UPI. 2012. Manajemen Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Bigkuti. 2012. Permasalahan pendidikan tentang sarana dan prasarana. Online (http://nurmadianah62.blogspot.co.id/2012/12/permasalahan-pendidikan-tentang-sarana.html?m=1). Diakses pada 20 april 2017