MENGUKUR KEABSAHAN INSTRUMEN TES
(Tingkat Kesukaran dan Daya Beda)
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Evaluasi Program Pendidikan
yang dibina oleh Bapak Imam Gunawan,
M.Pd.
oleh
Beti Widaryati 160131600417
Erni Febriana 160131600471
Linda Kurnia Pratiwi 160131600450
Ramadhanti Dita Nur S 160131600460
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
ADMINISTRASI PENDIDIKAN
Januari 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala limpahan Rahmat, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga
makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun
pedoman bagi pembaca. Makalah ini disusun
dalam rangka untuk menyelesaikan tugas dari dosen kami Bapak
Imam Gunawan, M.Pd selaku pengampu mata kuliah Evaluasi Program Pendidikan.
Harapan saya semoga makalah ini membantu
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat
memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan
karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu, kami harapkan
kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun
untuk kesempurnaan makalah ini.
Malang, Januari 2018
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………..i
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang …………………………………………………………….1
B.
Rumusan
Masalah…………………………………………………………2
C.
Tujuan……………………………………………………………………….2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Tingkat
Kesukaran…………………………………………………………3
B.
Daya
Beda……………………………………………………………….....5
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
………………………………………………………………...7
B.
Saran………………………………………………………………………...7
DAFTAR RUJUKAN
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Keberhasilan
pendidikan sangat ditentukan oleh proses pembelajaran. Apalagi di masa sekarang
yang serba canggih. Untuk mengukur keberhasilan suatu proses pembelajaran maka
diperlukan evaluasi dan analisis. Manfaat dari evaluasi sendiri yaitu untuk
mengetahui kekuatan dan kelemahan pembelajaran dalam rangka meningkatkan proses
pembelajaran. Karena itu sangat penting untuk mengadakan analisis menngenai
tingkat kesukaran dan daya beda. Hasil dari penilaian sendiri diperlukan
penganalisisan untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan proses pembelajaran.
Salah satu tugas penting yang seringkali dilakukan oleh seorang pengajar adalah
tugas melakukan evaluasi terhadap alat pengukur yang telah digunakan untuk
mengukur keberhasilan belajar dari para peserta didiknya. Alat pengukur yang
dimaksud adalah tes hasil belajar, yang terdiri dari berbagai macam soal. Dan disini
seorang guru juga perlu melakukan penelusuran dan pelacakan dengan secara
cermat, terhadap butir-butir soal yang merupakan bagian tak terpisahkan dari
tes hasil belajar sebagai suatu totalitas. Secara teori dapat dinyatakan bahwa
peserta didik yang mempunyai tingkat kemampuan yang tinggi, peluang untuk
menjawab benar pada suatu tes juga tinggi. Apabila suatu butir tes dijawab
dengan benar oleh semua peserta tes, berarti butir tes tersebut sangat mudah.
Sebaliknya apabila tidak ada peserta tes yang menjawab benar pada suatu butir
tes berarti butir tes tersebut sangat mudah. Sebaliknya apabila tidak ada
peserta tes yang menjawab benar pada suatu butir tes berarti butir tes tersebut
sangat sukar. Butir yang ekstrem, sangat mudah atau sangat sukar tidak memberikan
informasi yang berguna mengenai keadaan peserta tes pada acuan norma. Pada tes
acuan kriteria butir yang bisa dijawab oleh seluruh peserta tes merupakan butir
tes yang dapat memberikan informasi yang berguna.
Penelusuran
dan pelacakan dilaksanakan oleh guru untuk mengetahui apakah butir-butir soal
tersebut yang fungsinya sebagai alat pengkur tingkat keberhasilan tersebut
sudah memenuhi atau belum terhadap suatu proses pembelajaran. Sehingga pada
masa yang akan datang tes hasil belajar yang disusun atau dirancang oleh guru
itu betul-betul dapat menjalankan fungsinya sebagai alat pengukur hasil belajar
yang memiliki kualitas yang tinggi. Baik tes acuan norma ataupun tes acuan
kriteria butir tes yang memiliki daya pembeda negatif mungkin disebabkan karena
kesalahan tes, tidak efektifnya proses pembelajaran atau tidak efisiennya
peserta didik belajar.
B. RUMUSAN
MASALAH
1.
Bagaimana
mengukur tingkat kesukaran suatu tes?
2.
Bagaimana
mengukur daya beda suatu tes?
C. TUJUAN
1.
Untuk
mengetahui cara pengukuran dari tingkat kesukaran suatu tes.
2.
Untuk
mengetahui cara pengukuran daya beda dari suatu tes.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tingkat
Kesukaran
Analisis tingkat kesukaran butir seoal
dimaksudkan untuk mengkaji butir-butir
soal dari segi kesukarannya sehingga dapat diperoleh butir-butir soal yang
termasuk kategori mudah, sedang, dan sukar (Bagiyono,2017). Suatu tes yang diberikan kepada para peserta
didik tidak boleh terlalu mudah dan juga tidak boleh terlalu sukar. Tes yang
diberikan terlalu mudah dikerjakan oleh para peserta didik bukanlah suatu tes
yang baik. Namun, apabila tes yang diberikan terlalu sukar maka akan sulit
dikerjakan oleh para peserta didik. Oleh karena itu, sebuah tes memiliku
tingkat kesukaran tertentu. Tes yang dilakukan bermaksud untuk membedakan
antara peserta didik yang memahami pelajaran yang telah disampaikan dengan
peserta didik yang kurang memahami sehingga diperlukan tes yang baik agar dapat
membedakan antara kedua golongan peserta didik tersebut.
Sirait (1989:298)
mengatakan bahwa kesukaran merupakan butir pertanyaan pada sebuah tes di kelas
yang dapat dinyatakan sebagai proporsi acuan kelas yang menjawabnya dengan
benar. Proporsi tersebut adalah indeks
kesukaran. Sehingga semakin besar proporsi yang bisa dijawab maka
pertanyaan benar (makin besar indeks kesukaran) makin mudah butir pertanyaan
yang bersangkutan. Menurut Arikunto (2009: 210), penentuan kelayakan soal perlu
memperhatikan tujuan penggunaan soal, jika soal tes digunakan untuk memperoleh
pencapaian hasil belajar peserta didik, maka soal tes cenderung menggunakan
soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar (sulit).
Menurut Allen & Yen dalam Suwarto
(2013: 105) tingkat kesukaran butir tes adalah sebagai proporsi peserta yang
dapat menjawab soal dengan benar. Tingkat kesukaran diwakili oleh satu indeks.
Dimana indeks dalam setiap item diperoleh dari jumlah skor siswa terhadap item
tersebut dibandingkan dengan jumlah siswa yang menjawab item tersebut (Zein,
dkk, 2013).
1. Tingkat
keukaran diwakili oleh satu indeks. Indeks setiap item diperoleh dari jumlah
skor siswa terhadap item tersebut dibandigkan dengan jumlah siswa yang menjawab
item tersebut.
Untuk menghitung tingkat kesukaran
suatu tes berbentuk pilihan ganda dapat menggunakan persamaan berikut:
P =
Keterangan: P = tingkat kesukaran soal
B = jumlah peserta didik yang menjawab
benar
N = jumlah seluruh peserta didik yang
tes
(Suwarto,
2007:168)
Indeks kesukaran menurut Solichin
(2017: 197) dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
P > 0,70 Kategori Soal Mudah
P = 0,30 - 0,70 Kategori Soal Sedang
P < 0,30 Kategori Soal Sukar
Perhitungan tingkat kesukaran berada
pada lampiran 1a.
Tingkat
kesukaran butir tes adalah peluang untuk menjawab benar pada butir tes dan pada
tingkat kemampuan tertentu. Tingkat kesukaran butir sebenarnya merupakan nilai
rata-rata dari kelompok peserta tes.
Secara
teori dapat dinyatakan bahwa peserta didik yang mempunyai tingkat kemampuan
yang tinggi, peluang untuk menjawab benar pada suatu tes juga tinggi. Apabila
suatu butir tes dijawab dengan benar oleh semua peserta tes, berarti butir tes
tersebut sangat mudah. Sebaliknya apabila tidak ada peserta tes yang menjawab
benar pada suatu butir tes berarti butir tes tersebut sangat mudah. Sebaliknya
apabila tidak ada peserta tes yang menjawab benar pada suatu butir tes berarti
butir tes tersebut sangat sukar. Butir yang ekstrem, sangat mudah atau sangat
sukar tidak memberikan informasi yang berguna mengenai keadaan peserta tes pada
acuan norma. Pada tes acuan kriteria butir yang bisa dijawab oleh seluruh
peserta tes merupakan butir tes yang dapat memberikan informasi yang berguna.
Menurut
Thoha (2003), sebaiknya tingkat kesukaran soal itu dipertahankan dalam batas
yang mampu memberikan daya pembeda. Meskipun demikian, apabila terdapat tujuan
khusus penyusunan tes dapat pula pertimbangan tersebut dikesampingkan, seperti
tingkat kesukaran item untuk tes sumatif berbeda dengan tingkat kesukaran pada
tes diagnostik. Melalui kajian dan analisis tingkat kesukaran terhadap tes yang
diujikan akan dapat diungkapkan kelayakan soal tes, baik masing-masing butir
soal tes maupun kesuluruhan soal tes (Santos, 2012).
Faktor-faktor
Mempengaruhi Kesukaran Soal
Menurut Sirait (1989:301)
kesukaran sebuah butir pertanyaan adalah fungsi dari pengalaman belajar
peserta-peserta ujian, pertanyaan yang ditanyakan dan jawaban-jawaban yang
ditawarkan. Kekomplekan pokok soal itu mempengaruhi kesukaran butir pertanyaan.
Barangkali, yang lebih berpengaruh adalah pilihan-pilihan yang disediakan .
jika pilihan itu agak homogen, maka butir pertanyaan itu lebih sukar daripada
jika pilihan itu relatif heterogen.
B. Daya
Beda
Daya beda butir soal tes adalah
kesanggupan butir soal tes dalam membedakan antara peserta didik atau peserta
tes yang memiliki penguasaan materi tinggi dan peserta didik yang memiliki
penguasaan materi rendah (Sudjana, 2007: 141). Daya pembeda suatu butir tes
berfungsi untuk menentukan dapat tidaknya suatu soal membedakan kelompok dalam
aspek yang diukur sesuai dengan perbedaan yang ada dalam kelompok tersebut.
Tujuan dari pengujian daya pembeda untuk membedakan antara peserta tes yang
berkemampuan tinggi dengan peserta tes yang berkemampuan rendah (Suwarto, 2013:
108). Daya pembeda adalah kemampuan suatu item tes yang dapat membedakan siswa
yang pandai atau telah menguasai materi yang ditanyakan dari anak yang tidak
pandai atau belum menguasai materi (Syamsudi, 2012 dan Kadir, 2015).
Pada prinsipnya indeks daya pembeda
dihitung atas dasar pembagian kelompok menjadi dua bagian, yaitu kelompok atas
yang merupakan kelompok peserta tes yang memiliki kemampuan tinggi dengan
kelompok bawah yaitu kelompok peserta tes yang berkemampuan rendah ditunjukkan
dengan perolehan skor yang rendah. Menurut Crocker & algina (dalam suwarto:
2013) menyatakan bahwa yang paling stabil dan sensitif serta paling banyak
digunakan adalah dengan menentukan 27% kelompok atas 27% kelompok bawah. Indeks
daya pembeda didefinisikan sebagai selisih antara proporsi jawaban benar pada
kelompok atas dengan proporsi jawaban benar pada kelompok bawah.
Menurut Supranata dalam Suwarto (2013)
Indeks daya pembeda yang diungkapkan dirumuskan sebagai berikut:
D
=
−
D
= Indeks daya pembeda
∑ A
= Banyaknya peserta tes yang menjawab benar pada kelompok atas (27%).
∑ B
= Banyaknya peserta tes yang menjawab benar pada kelompok bawah (27%).
NA
= Banyaknya peserta tes kelompok atas.
NB = Banyaknya peserta tes kelompok bawah.
Menurut Arikunto Suharsimi dalam
Yuslita,dkk (2016: 136), kriteria indeks daya beda soal adalah sebagai berikut:
DP
= 0,00 – 0,20 = jelek
DP
= 0,21 – 0,40 = cukup
DP
= 0,41 – 0,70 = baik
DP
= 0,71 – 1,00 = baiksekali
DP
= Negatif daya pembeda soal adalah sangat jelek
Perhitungan daya beda soal berada pada
lampiran 1b.
Jika soal dapat membedakan dengan baik
kedua kelompok tersebut, maka kebanyakan peserta tes pada kelompok atas akan
menjawab benar dan kebanyakan peserta tes pada kelompok bewah akan menjawab
salah. Indeks daya pembeda ditentukan berdasarkan gambaran sederhana tersebut.
Sebagian butir tes mungkin memiliki indeks daya pembeda sangat rendah atau 0
(nol), apabila semua peserta didik menjawab benar suatu butir tes. Hal ini
menunjukkan taraf keefektifan pembelajaran.
Baik tes acuan norma ataupun tes acuan
kriteria butir tes yang memiliki daya pembeda negatif mungkin disebabkan karena
kesalahan tes, tidak efektifnya proses pembelajaran atau tidak efisiennya peserta
didik belajar. Langkah yang dilakukan untuk menghitung daya pembeda butir tes
uraian sama seperti apa yang dilakukan pada butir tes pilihan ganda. Bagilah
seluruh peserta tes menjadi 27% kelompok atas, yaitu kelompok yang memiliki
skor total tinggi dan 27% kelompok bawah, yaitu kelompok peserta tes yang
memperoleh skor rendah. Daya beda yang ideal adalah daya beda diatas 0,40
(Nurkancana dan Sumartana, 1986).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tingkat kesukaran butir tes adalah
peluang untuk menjawab benar pada butir tes dan pada tingkat kemampuan
tertentu. Tingkat kesukaran dan daya beda suatu item soal berbeda dari satu
kelompok peserta didik dengan kelompok peserta didik yang lainnya. Item soal
yang baik adalah item soal yang dapat membedakan antara kemampuan peserta didik
yang tinggi dengan yang rendah.
B. Saran
Sebaiknya tingkat kesukaran dalam
sebuah tes diteliti dan daya beda setiap tes ditentukan agar tidak dapat
terjadinya pecontekan yang semakin tinggi. Karena sampai saat ini tingkat
percontekan sudah jadi hal biasa dikalangan pelajar. Tingkat kesukaran lebih
dipertimbangkan serta daya beda lebih ditinggikan itu akan membuat setiap siswa
mampu menguji kemampuannya masing-masing.
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto,
Suharsimi.2009.Dasar-Dasar Evaluasi
Pendidikan.Jakarta: PT Bumi Aksara
Bagiyono.2017.Analisis Tingkat Kesukaraan dan Daya Pembeda
Butir Soal Ujian Pelatihan Radiografi Tingkat 1.Jurnal.(Online), Volume 2 (www.jurnal.batan.go.id), diakses pada 6 Februari 2018
Kadir.2015.Menyusun dan Menganalisis Tes Hasil Belajar.Jurnal.(Online),
Volume 8 (www.ejournal.iainkendari.ac.id), diakses pada 6 Februari 2018
Nurkancana,
Wayan.1986.Evaluasi Pendidikan.Surabaya:
Usaha Nasional
Santos.2012.Tingkat Kesukaran dan Daya Beda Butir-Butir
Soal Ujian Akhir Semester (UAS) Bahasa Indonesia.Jurnal.(Online), (www.jurnal-online.um.ac.id), diakses pada 6 Februari 2018
Sirait. 1989. Evaluasi Hasil Belajar Siswa. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan Jakarta
Solichin,M.2017.Analisis Daya Beda Soal, Taraf Kesukaran, Validitas Butir Tes,
interpretasi Hasil Tes dan Validitas Ramalan dalam Evaluasi Pendidikan.Jurnal.(Online),
Volume 2 (www.journal.unipdu.ac.id), diakses pada 25 Januari 2018.
Sochibin, A. dkk.2009. PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERPIMPIN UNTUK PENINGKATAN
PEMAHAMAN DAN KETERAMPILANBERPIKIR KRITIS SISWA SD.
Jurnal. (Online), Volume 5 (http://journal.unnes.ac.id), diakses 6 Februari 2018
Sudjana, Nana.2007.Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Suwarto.2013.Pengembangan Tes Diagnostik Dalam
Pembelajaran: Panduan Praktis Bagi Pendidik dan Calon Pendidik.Yogyakarta:
Pustaka Belajar
Suwarto.2007.Tingkat Kesulitan, Daya Beda, dan Reabilitas
Tes Menurut Teori Tes Klasik.Jurnal.(Online), Jilid 2 (www.download.portalgaruda.org),
diakses pada 25 Januari 2018
Syamsudin.2012.Pengukuran Daya Pembeda Taraf Kesukaran dan
Pola Jawaban Tes.Jurnal.(Online),Volume 1 (www.download.portalgaruda.org), diakses pada 6 Februari 2018
Thoha,M.2003.Teknik Evaluasi Pendidikan.Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada
Yuslita, H,
dkk.2016.Analisis Tingkat Kesukaran soal
dan Daya Pembeda Soal Mata Pelajaran Sejarah Kelas XI Semester Ganjil di SMA
Negeri 5 Banda Aceh Tahun Pelajaran 2015-2016.Jurnal.(Online), Volume 1 (www.jim.unsyiah.ac.id),
diakses pada 25 Januari 2018.
Zein,dkk.2013.Hubungan Antara Validitas Butir,
Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Soal Ujian Semester Genap
Bidang Studi Biologi Kelas XI SMA/MA Negeri di Kota Padang.Jurnal.
(Online), Volume 43 (www.jurnal.fmipa.unila.ac.id), diakses pada 6 Februari 2018






0 komentar:
Posting Komentar