Sabtu, 04 Mei 2019

MENGUKUR KEABSAHAN INSTRUMEN TES


MENGUKUR KEABSAHAN INSTRUMEN TES
(Tingkat Kesukaran dan Daya Beda)


MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Evaluasi Program Pendidikan
yang dibina oleh Bapak Imam Gunawan, M.Pd.




oleh
Beti Widaryati                          160131600417
Erni Febriana                          160131600471
Linda Kurnia Pratiwi                160131600450
Ramadhanti Dita Nur S          160131600460

 





UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
ADMINISTRASI PENDIDIKAN
Januari 2018

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca. Makalah ini disusun dalam rangka untuk menyelesaikan tugas dari dosen kami Bapak Imam Gunawan, M.Pd selaku pengampu mata kuliah Evaluasi Program Pendidikan.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu, kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.


      Malang, Januari 2018

                                                                                                Penyusun


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………..i
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang …………………………………………………………….1
B.    Rumusan Masalah…………………………………………………………2
C.   Tujuan……………………………………………………………………….2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Tingkat Kesukaran…………………………………………………………3
B.    Daya Beda……………………………………………………………….....5
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan ………………………………………………………………...7
B.    Saran………………………………………………………………………...7
DAFTAR RUJUKAN
LAMPIRAN

BAB I
PENDAHULUAN
A.     LATAR BELAKANG
Keberhasilan pendidikan sangat ditentukan oleh proses pembelajaran. Apalagi di masa sekarang yang serba canggih. Untuk mengukur keberhasilan suatu proses pembelajaran maka diperlukan evaluasi dan analisis. Manfaat dari evaluasi sendiri yaitu untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan pembelajaran dalam rangka meningkatkan proses pembelajaran. Karena itu sangat penting untuk mengadakan analisis menngenai tingkat kesukaran dan daya beda. Hasil dari penilaian sendiri diperlukan penganalisisan untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan proses pembelajaran. Salah satu tugas penting yang seringkali dilakukan oleh seorang pengajar adalah tugas melakukan evaluasi terhadap alat pengukur yang telah digunakan untuk mengukur keberhasilan belajar dari para peserta didiknya. Alat pengukur yang dimaksud adalah tes hasil belajar, yang terdiri dari berbagai macam soal. Dan disini seorang guru juga perlu melakukan penelusuran dan pelacakan dengan secara cermat, terhadap butir-butir soal yang merupakan bagian tak terpisahkan dari tes hasil belajar sebagai suatu totalitas. Secara teori dapat dinyatakan bahwa peserta didik yang mempunyai tingkat kemampuan yang tinggi, peluang untuk menjawab benar pada suatu tes juga tinggi. Apabila suatu butir tes dijawab dengan benar oleh semua peserta tes, berarti butir tes tersebut sangat mudah. Sebaliknya apabila tidak ada peserta tes yang menjawab benar pada suatu butir tes berarti butir tes tersebut sangat mudah. Sebaliknya apabila tidak ada peserta tes yang menjawab benar pada suatu butir tes berarti butir tes tersebut sangat sukar. Butir yang ekstrem, sangat mudah atau sangat sukar tidak memberikan informasi yang berguna mengenai keadaan peserta tes pada acuan norma. Pada tes acuan kriteria butir yang bisa dijawab oleh seluruh peserta tes merupakan butir tes yang dapat memberikan informasi yang berguna.
Penelusuran dan pelacakan dilaksanakan oleh guru untuk mengetahui apakah butir-butir soal tersebut yang fungsinya sebagai alat pengkur tingkat keberhasilan tersebut sudah memenuhi atau belum terhadap suatu proses pembelajaran. Sehingga pada masa yang akan datang tes hasil belajar yang disusun atau dirancang oleh guru itu betul-betul dapat menjalankan fungsinya sebagai alat pengukur hasil belajar yang memiliki kualitas yang tinggi. Baik tes acuan norma ataupun tes acuan kriteria butir tes yang memiliki daya pembeda negatif mungkin disebabkan karena kesalahan tes, tidak efektifnya proses pembelajaran atau tidak efisiennya peserta didik belajar.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana mengukur tingkat kesukaran suatu tes?
2.      Bagaimana mengukur daya beda suatu tes?

C.     TUJUAN
1.      Untuk mengetahui cara pengukuran dari tingkat kesukaran suatu tes.
2.      Untuk mengetahui cara pengukuran daya beda dari suatu tes.

BAB II
PEMBAHASAN
A.     Tingkat Kesukaran
Analisis tingkat kesukaran butir seoal dimaksudkan untuk mengkaji  butir-butir soal dari segi kesukarannya sehingga dapat diperoleh butir-butir soal yang termasuk kategori mudah, sedang, dan sukar (Bagiyono,2017).  Suatu tes yang diberikan kepada para peserta didik tidak boleh terlalu mudah dan juga tidak boleh terlalu sukar. Tes yang diberikan terlalu mudah dikerjakan oleh para peserta didik bukanlah suatu tes yang baik. Namun, apabila tes yang diberikan terlalu sukar maka akan sulit dikerjakan oleh para peserta didik. Oleh karena itu, sebuah tes memiliku tingkat kesukaran tertentu. Tes yang dilakukan bermaksud untuk membedakan antara peserta didik yang memahami pelajaran yang telah disampaikan dengan peserta didik yang kurang memahami sehingga diperlukan tes yang baik agar dapat membedakan antara kedua golongan peserta didik tersebut.
Sirait (1989:298) mengatakan bahwa kesukaran merupakan butir pertanyaan pada sebuah tes di kelas yang dapat dinyatakan sebagai proporsi acuan kelas yang menjawabnya dengan benar. Proporsi tersebut adalah indeks kesukaran. Sehingga semakin besar proporsi yang bisa dijawab maka pertanyaan benar (makin besar indeks kesukaran) makin mudah butir pertanyaan yang bersangkutan. Menurut Arikunto (2009: 210), penentuan kelayakan soal perlu memperhatikan tujuan penggunaan soal, jika soal tes digunakan untuk memperoleh pencapaian hasil belajar peserta didik, maka soal tes cenderung menggunakan soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar (sulit).
Menurut Allen & Yen dalam Suwarto (2013: 105) tingkat kesukaran butir tes adalah sebagai proporsi peserta yang dapat menjawab soal dengan benar. Tingkat kesukaran diwakili oleh satu indeks. Dimana indeks dalam setiap item diperoleh dari jumlah skor siswa terhadap item tersebut dibandingkan dengan jumlah siswa yang menjawab item tersebut (Zein, dkk, 2013).
1.      Tingkat keukaran diwakili oleh satu indeks. Indeks setiap item diperoleh dari jumlah skor siswa terhadap item tersebut dibandigkan dengan jumlah siswa yang menjawab item tersebut.

Untuk menghitung tingkat kesukaran suatu tes berbentuk pilihan ganda dapat menggunakan persamaan berikut:

P =
Keterangan: P = tingkat kesukaran soal
B = jumlah peserta didik yang menjawab benar
N = jumlah seluruh peserta didik yang tes
(Suwarto, 2007:168)
Indeks kesukaran menurut Solichin (2017: 197) dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
P > 0,70 Kategori Soal Mudah
P = 0,30 - 0,70 Kategori Soal Sedang
P < 0,30 Kategori Soal Sukar
Perhitungan tingkat kesukaran berada pada lampiran 1a.
Tingkat kesukaran butir tes adalah peluang untuk menjawab benar pada butir tes dan pada tingkat kemampuan tertentu. Tingkat kesukaran butir sebenarnya merupakan nilai rata-rata dari kelompok peserta tes.
Secara teori dapat dinyatakan bahwa peserta didik yang mempunyai tingkat kemampuan yang tinggi, peluang untuk menjawab benar pada suatu tes juga tinggi. Apabila suatu butir tes dijawab dengan benar oleh semua peserta tes, berarti butir tes tersebut sangat mudah. Sebaliknya apabila tidak ada peserta tes yang menjawab benar pada suatu butir tes berarti butir tes tersebut sangat mudah. Sebaliknya apabila tidak ada peserta tes yang menjawab benar pada suatu butir tes berarti butir tes tersebut sangat sukar. Butir yang ekstrem, sangat mudah atau sangat sukar tidak memberikan informasi yang berguna mengenai keadaan peserta tes pada acuan norma. Pada tes acuan kriteria butir yang bisa dijawab oleh seluruh peserta tes merupakan butir tes yang dapat memberikan informasi yang berguna.
Menurut Thoha (2003), sebaiknya tingkat kesukaran soal itu dipertahankan dalam batas yang mampu memberikan daya pembeda. Meskipun demikian, apabila terdapat tujuan khusus penyusunan tes dapat pula pertimbangan tersebut dikesampingkan, seperti tingkat kesukaran item untuk tes sumatif berbeda dengan tingkat kesukaran pada tes diagnostik. Melalui kajian dan analisis tingkat kesukaran terhadap tes yang diujikan akan dapat diungkapkan kelayakan soal tes, baik masing-masing butir soal tes maupun kesuluruhan soal tes (Santos, 2012).

Faktor-faktor Mempengaruhi Kesukaran Soal
            Menurut Sirait (1989:301) kesukaran sebuah butir pertanyaan adalah fungsi dari pengalaman belajar peserta-peserta ujian, pertanyaan yang ditanyakan dan jawaban-jawaban yang ditawarkan. Kekomplekan pokok soal itu mempengaruhi kesukaran butir pertanyaan. Barangkali, yang lebih berpengaruh adalah pilihan-pilihan yang disediakan . jika pilihan itu agak homogen, maka butir pertanyaan itu lebih sukar daripada jika pilihan itu relatif heterogen.

B.     Daya Beda
Daya beda butir soal tes adalah kesanggupan butir soal tes dalam membedakan antara peserta didik atau peserta tes yang memiliki penguasaan materi tinggi dan peserta didik yang memiliki penguasaan materi rendah (Sudjana, 2007: 141). Daya pembeda suatu butir tes berfungsi untuk menentukan dapat tidaknya suatu soal membedakan kelompok dalam aspek yang diukur sesuai dengan perbedaan yang ada dalam kelompok tersebut. Tujuan dari pengujian daya pembeda untuk membedakan antara peserta tes yang berkemampuan tinggi dengan peserta tes yang berkemampuan rendah (Suwarto, 2013: 108). Daya pembeda adalah kemampuan suatu item tes yang dapat membedakan siswa yang pandai atau telah menguasai materi yang ditanyakan dari anak yang tidak pandai atau belum menguasai materi (Syamsudi, 2012 dan Kadir, 2015).
Pada prinsipnya indeks daya pembeda dihitung atas dasar pembagian kelompok menjadi dua bagian, yaitu kelompok atas yang merupakan kelompok peserta tes yang memiliki kemampuan tinggi dengan kelompok bawah yaitu kelompok peserta tes yang berkemampuan rendah ditunjukkan dengan perolehan skor yang rendah. Menurut Crocker & algina (dalam suwarto: 2013) menyatakan bahwa yang paling stabil dan sensitif serta paling banyak digunakan adalah dengan menentukan 27% kelompok atas 27% kelompok bawah. Indeks daya pembeda didefinisikan sebagai selisih antara proporsi jawaban benar pada kelompok atas dengan proporsi jawaban benar pada kelompok bawah.
Menurut Supranata dalam Suwarto (2013) Indeks daya pembeda yang diungkapkan dirumuskan sebagai berikut:
D =
D = Indeks daya pembeda
A = Banyaknya peserta tes yang menjawab benar pada kelompok atas  (27%).
B = Banyaknya peserta tes yang menjawab benar pada kelompok bawah (27%).
NA  = Banyaknya peserta tes kelompok atas.
NB  = Banyaknya peserta tes kelompok bawah.
Menurut Arikunto Suharsimi dalam Yuslita,dkk (2016: 136), kriteria indeks daya beda soal adalah sebagai berikut:
DP  = 0,00 – 0,20 = jelek
DP  = 0,21 – 0,40 = cukup
DP  = 0,41 – 0,70 = baik
DP  = 0,71 – 1,00 = baiksekali
DP   = Negatif daya pembeda soal adalah sangat jelek
Perhitungan daya beda soal berada pada lampiran 1b.
Jika soal dapat membedakan dengan baik kedua kelompok tersebut, maka kebanyakan peserta tes pada kelompok atas akan menjawab benar dan kebanyakan peserta tes pada kelompok bewah akan menjawab salah. Indeks daya pembeda ditentukan berdasarkan gambaran sederhana tersebut. Sebagian butir tes mungkin memiliki indeks daya pembeda sangat rendah atau 0 (nol), apabila semua peserta didik menjawab benar suatu butir tes. Hal ini menunjukkan taraf keefektifan pembelajaran.
Baik tes acuan norma ataupun tes acuan kriteria butir tes yang memiliki daya pembeda negatif mungkin disebabkan karena kesalahan tes, tidak efektifnya proses pembelajaran atau tidak efisiennya peserta didik belajar. Langkah yang dilakukan untuk menghitung daya pembeda butir tes uraian sama seperti apa yang dilakukan pada butir tes pilihan ganda. Bagilah seluruh peserta tes menjadi 27% kelompok atas, yaitu kelompok yang memiliki skor total tinggi dan 27% kelompok bawah, yaitu kelompok peserta tes yang memperoleh skor rendah. Daya beda yang ideal adalah daya beda diatas 0,40 (Nurkancana dan Sumartana, 1986).

BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Tingkat kesukaran butir tes adalah peluang untuk menjawab benar pada butir tes dan pada tingkat kemampuan tertentu. Tingkat kesukaran dan daya beda suatu item soal berbeda dari satu kelompok peserta didik dengan kelompok peserta didik yang lainnya. Item soal yang baik adalah item soal yang dapat membedakan antara kemampuan peserta didik yang tinggi dengan yang rendah.

B.     Saran
Sebaiknya tingkat kesukaran dalam sebuah tes diteliti dan daya beda setiap tes ditentukan agar tidak dapat terjadinya pecontekan yang semakin tinggi. Karena sampai saat ini tingkat percontekan sudah jadi hal biasa dikalangan pelajar. Tingkat kesukaran lebih dipertimbangkan serta daya beda lebih ditinggikan itu akan membuat setiap siswa mampu menguji kemampuannya masing-masing.



DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, Suharsimi.2009.Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.Jakarta: PT Bumi Aksara
Bagiyono.2017.Analisis Tingkat Kesukaraan dan Daya Pembeda Butir Soal Ujian Pelatihan Radiografi Tingkat 1.Jurnal.(Online), Volume 2 (www.jurnal.batan.go.id), diakses pada 6 Februari 2018
Kadir.2015.Menyusun dan Menganalisis Tes Hasil Belajar.Jurnal.(Online), Volume 8 (www.ejournal.iainkendari.ac.id), diakses pada 6 Februari 2018
Nurkancana, Wayan.1986.Evaluasi Pendidikan.Surabaya: Usaha Nasional
Santos.2012.Tingkat Kesukaran dan Daya Beda Butir-Butir Soal Ujian Akhir Semester (UAS) Bahasa Indonesia.Jurnal.(Online), (www.jurnal-online.um.ac.id), diakses pada 6 Februari 2018
Sirait. 1989. Evaluasi Hasil Belajar Siswa. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Jakarta
Solichin,M.2017.Analisis Daya Beda Soal, Taraf Kesukaran, Validitas Butir Tes, interpretasi Hasil Tes dan Validitas Ramalan dalam Evaluasi Pendidikan.Jurnal.(Online), Volume 2 (www.journal.unipdu.ac.id), diakses pada 25 Januari 2018.
Sochibin, A. dkk.2009. PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERPIMPIN UNTUK PENINGKATAN PEMAHAMAN DAN KETERAMPILANBERPIKIR KRITIS SISWA SD. Jurnal. (Online), Volume 5 (http://journal.unnes.ac.id), diakses 6 Februari 2018
Sudjana, Nana.2007.Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Suwarto.2013.Pengembangan Tes Diagnostik Dalam Pembelajaran: Panduan Praktis Bagi Pendidik dan Calon Pendidik.Yogyakarta: Pustaka Belajar
Suwarto.2007.Tingkat Kesulitan, Daya Beda, dan Reabilitas Tes Menurut Teori Tes Klasik.Jurnal.(Online), Jilid 2 (www.download.portalgaruda.org), diakses pada 25 Januari 2018
Syamsudin.2012.Pengukuran Daya Pembeda Taraf Kesukaran dan Pola Jawaban Tes.Jurnal.(Online),Volume 1 (www.download.portalgaruda.org), diakses pada 6 Februari 2018
Thoha,M.2003.Teknik Evaluasi Pendidikan.Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Yuslita, H, dkk.2016.Analisis Tingkat Kesukaran soal dan Daya Pembeda Soal Mata Pelajaran Sejarah Kelas XI Semester Ganjil di SMA Negeri 5 Banda Aceh Tahun Pelajaran 2015-2016.Jurnal.(Online), Volume 1 (www.jim.unsyiah.ac.id), diakses pada 25 Januari 2018.
Zein,dkk.2013.Hubungan Antara Validitas Butir, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Soal Ujian Semester Genap Bidang Studi Biologi Kelas XI SMA/MA Negeri di Kota Padang.Jurnal. (Online), Volume 43 (www.jurnal.fmipa.unila.ac.id), diakses pada 6 Februari 2018




0 komentar:

Posting Komentar