IMPLEMENTASI
KEBIJAKSANAAN PENDIDIKAN
MAKALAH
Untuk memenuhi tugas mata kuliah
Analisis kebijakan dan pengambilan keputusan
yang dibina oleh Bapak Prof. Dr.
Ali Imron, M.Pd, M.Si
Disusun
oleh :
Indra Lesmana (160131600430)
Ita
Syazwanti (160131600419)
Linda Kurnia Pratiwi (160131600450)
![]() |
UNIVERSITAS
NEGERI MALANG
FAKULTAS
ILMU PENDIDIKAN
ADMINISTRASI
PENDIDIKAN
Agustus 2017
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami
ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan rahmat serta
karunia yang Dia berikanlah makalah yang membahas Implementasi Kebijakan
Pendidikan ini dapat terselesaikan dan menjadi sesuatu yang dapat bermanfaat di
kemudian hari bagi pembacanya.
Dalam penyusunan
makalah ini penyusun tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih yang sangat
tulus kepada pihak-pihak yang telah banyak melibatkan diri dalam membantu
menyelesaikan makalah ini , yaitu:
1.
Bapak Prof. Dr. Ali Imron, M.Pd.,M.Si selaku
dosen Pembina mata kuliah Analisis Kebijakan dan Pengambilan Keputusan yang
telah membimbing dan mengarahkan kepada penulis demi terselesaikannya makalah
ini.
2.
Kedua orang tua saya yang telah membantu
baik doa maupun materi.
3.
Teman-teman offering yang telah membantu
dan memberi motivasi kepada saya dalam menyelesaikan makalah ini.
Penyusun telah berusaha
semaksimal mungkin demi menyempurnakan penyusunan-penyusunan makalah ini, dan
kami sangat menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dalam
hal penyusunan. Oleh sebab demikian, saran dan kritik yang membangun sangat
kami harapkan. Penyusun juga sangat berharap agar makalah yang telah disusun
dapat bermanfaat bagi pembaca maupun penulis sendiri.
Malang,
26 Agustus 2017
Penyusun
DAFTAR
ISI
Cover............................................................................................................ i
Kata
Pengantar............................................................................................. ii
Daftar
Isi...................................................................................................... iii
BAB
I Pendahuluan....................................................................................
A.
Latar Belakang.................................................................................
B.
Rumusan Masalah............................................................................
C.
Tujuan..............................................................................................
BAB
II Pembahasan...................................................................................
A.
Alasan Perlunya Implementasi Kebijakan
Pendidikan....................
B.
Batasan-Batasan Implementasi Kebijakan
Pendidikan....................
C.
Aktor Pelaksana Kebijakan Pendidikan...........................................
D.
Arena Pelaksanaan Implementasi Kebijakan
Pendidikan................
E.
Jenis Kebijakan Pendidikan.............................................................
F.
Langkah-Langkah Implementasi Kebijakan
Pendidikan.................
G.
Faktor Penentu Implementasi Kebijakan
Pendidikan......................
H.
Kendala Dan Perspektif Kebehasilan
Implementasi........................
I.
Pendekatan Dalam Implementasi Kebijakan
Pendidikan................
BAB
III Penutup.........................................................................................
A.
Kesimpulan......................................................................................
B.
Saran................................................................................................
Daftar
Rujukan............................................................................................
BAB
I
PENDAHULUAN
Pada
pendahuluan ini dipaparkan beberapa bagian tentang (a) Latar Belakang, (b)
Rumusan Masalah, (c) Tujuan Pembahasan.
A. Latar
Belakang
Indonesia merupakan negara berkembang dengan jumlah
penduduk yang sangat besar. Pendidikan menjadi target utama bagi setiap negara
karena melalui pendidikan akan tercipta suatu negara yang maju. Pendidikan
adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan
sepanjang hidup (Mudyaharjo dalam Triwiyanto, 2015). Kebijakan pemerintah
sangat dominan dalam proses memfasilitasi pedidikan. Setelah kebijakan dirumuskan,
disahkan dan dikomunikasikan kepada khalayak, kemudian dilaksanakan dan
diimplementasikan. Realistis tidaknya rumusan kebijaksanaan pendidikan yang
telah disahkan, bergantung kepada bagaimana pelaksanaannya di lapangan.
B. Rumusan
Masalah
Dalam bab ini penyusun menguraikan mengenai masalah
yang akan dibahas dalam makalah ini yakni sebagai berikut.
1.
Apa alasan perlunya implementasi
kebijakan pendidikan?
2.
Apa batasan-batasan implementasi
kebijakan pendidikan?
3.
Siapa yang menjadi aktor pelaksana
kebijakan pendidikan?
4.
Dimanakah arena pelaksanaan implementasi
kebijakan pendidikan?
5.
Apa saja jenis kebijakan pendidikan?
6.
Apa saja langkah-langkah implementasi
kebijakan pendidikan?
7.
Apa faktor penentu implementasi
kebijakan pendidikan?
8.
Apa kendala dan perspektif kebehasilan
implementasi?
9.
Apa pendekatan dalam implementasi
kebijakan pendidikan?
C. Tujuan
Pembahasan
Adapun
tujuan penulisan makalah adalah sebagai berikut.
1. Agar
pembaca mengetahui alasan perlunya implementasi kebijakan pendidikan.
2. Menguraikan
batasan-batasan implementasi kebijakan pendidikan.
3. Menjelaskan
aktor-aktor pelaksana kebijakan pendidikan.
4. Menjelaskan
arena pelaksanaan implentasi kebijakan pendidikan.
5. Menguraikan
jenis-jenis kebijakan pendidikan.
6. Menguraikan
langkah-langkah implementasi kebijakan pendidikan.
7. Menjelaskan
faktor penentu implementasi kebijakan pendidikan.
8. Menguraikan
kendala dan perspektif kebehasilan implementasi.
9. Menjelaskan
pendekatan dalam implementasi kebijakan pendidikan.
BAB
II
PEMBAHASAN
Dalam
bab ini akan diuranikan tentang (a) Alasan Perlunya Implementasi Kebijakan
Pendidikan, (b) Batasan-Batasan Implementasi Kebijakan Pendidikan, (c) Aktor
Pelaksana Kebijakan Pendidikan, (d) Arena Pelaksanaan Implementasi Kebijakan
Pendidikan, (e) Jenis Kebijakan Pendidikan, (f) Langkah-Langkah Implementasi
Kebijakan Pendidikan, (g) Faktor Penentu Implementasi Kebijakan Pendidikan, (h)
Kendala Dan Perspektif Kebehasilan Implementasi, (i) Pendekatan Dalam
Implementasi Kebijakan Pendidikan.
A. Alasan
Perlunya Implementasi Kebijakan Pendidikan
Implementasi kebijaksanaan pendidikan adalah
pengupayaan agar rumusan-rumusan kebijaksanaan pendidikan berlaku di dalam
praktik. Tolok ukur keberhasilan kebijaksanaan pendidikan ada pada
implementasinya. Rumusan yang dibuat, bukan sekedar agar berhenti sebagai
rumusan, melainkan harus secara fungsional dilaksanakan. Sebagai apa pun
rumusan kebijaksanaan, jika tidak diimplementasikan, akan tidak dirasakan
gunanya. Sebaliknya, sesederhana apa pun rumusan kebijaksanaan, jika sudah
diimplementasikan, akan lebih berguna, apa pun dan seberapapun gunanya.
Perumusan dengan pelaksanaan kebijaksanaan bagaikan dua sisi mata uang yang
sama-sama pentingnya, ia tidak boleh meniadakan di antara salah satunya.
Implementasi kebijaksanaan harus
dilakukan, karena problema-problema yang dirumuskan dalam rumusan kebijaksanaan
menuntut pemecahan melalui tindakan, dan tidak sekedar pemecahan secara
konseptual. Akan diketahui secara jelas melalui implementasi, apakah suatu
rumusan alternative pemecahan masalah tersebut, betul-betul sesuai dengan
masalahnya ataukah tidak. Akan diketahui melalui implementasi juga, apakah
setelah diterapkannya alternative pemecahan masalah yang telah dirumuskan,
menimbulkan masalah baru ataukah tidak. Implementasi bisa menjadi tolok ukur
tepat tidaknya, akurat tidaknya, relevan tidaknya dan realistis tidaknya suatu
rumusan kebijaksanaan.
B. Batasan-Batasan
Implementasi Kebijakan Pendidikan
Nakamura dalam (Imron 2012) memberikan batasan
implementasi kebijaksanaan sebagai keberhasilan mengevaluasi masalah dan
menerjemahkannya ke dalam keputusan-keputusan yang bersifat khusus. Jones (dalam Imron 2012) lebih banyak
mengkritik batasan-batasan implementasi kebijaksanaan. Ia mendasarkan konsepsi
implementasi kebijaksanaan berdasarkan aktivitas fungsional. Implementasi
kebijaksanaan, ia katakan sebagai konsep yang dinamis memerlukan usaha-usaha
untuk mencari apa yang akan dan dapat dilaksanakan. Implementasi akhirnya
dipahami sebagai pengaturan aktivitas yang mengarah pada penempatan program ke
dalam suatu dampak. Tiga aktivitas utama dalam implementasi ialah interpretasi,
organisasi dan aplikasi.
Yang dimaksud dengan interpretasi adalah aktivitas
menerjemahkan makna program ke dalam pengaturan yang dapat diterima dan
dijalankan. Organisasi adalah unit atau wadah yang digunakan untuk menempatkan
program. Sementara aplikasi adalah konsekuensi yang berupa pemenuhan
perlengkapan serta biaya yang dibutuhkan. Supandi dalam (Imron 2012) memandang
lain mengenai implementasi kebijaksanaan sebagai suatu proses menjalankan,
menyelenggarakan atau mengupayakan agar alternatif-alternatif yang telah
diputuskan berlaku di dalam praktik. Berarti, rumusan-rumusan kebijaksanaan
yang umumnya abstrak tersebut, baru nyata dan kongkrit setelah
diimplementasikan secara nyata. Kebijaksanaan yang terlaksana dengan sendirinya
lazim dikenal dengan self-executing,
sedangkan kebijaksanaan yang tidak secara otomatis terlaksana dengan sendirinya
lazim dikenal dengan non self-executing.
C. Aktor
Pelaksana Kebijakan Pendidikan
Aktor-aktor implementasi kebijaksanaan ini, dapat
digolongkan menjadi aktor implementasi kebijakan formal dan informal. Peranan
aktor-aktor tersebut berbeda-beda, tetapi secara keseluruhan para aktor
tersebut mengambil bagian dalam proses implementasi ini. Yang termasuk aktor
implementasi kebijaksanaan antara lain.
1. Perumus
Kebijaksanaan Pendidikan
Dalam pelaksanaan kebijaksanaan, para perumus sering
kali mengajukan tuntutan-tuntutan, memberikan koreksi-koreksi dan
masukan-masukan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan. Dengan pendapat yang
dilakukan oleh legislative dan esekutif, adalah salah satu bentuk saja dari intervensi perumus atas pelaksana dalam
hal implementasi kebijaksanaan, termasuk kebijaksanaan pendidikan. Jelas
kiranya, bahwa meskipun para perumus kebijaksanaan mempunyai tugas utama
memformulasikan kebijaksanaan, tetapi pada saat implementasi tidak begitu saja
lepas tangan.
2. Pelaksana
Kebijaksanaan Pendidikan
Aktor yang paling utama berperan dalam implementasi
kebijaksanaan pendidikan adalah pelaksana kebijaksanaan pendidikan atau
eksekutif. Yang dimaksud dengan pelaksana kebijaksanaan adalah aktor yang
secara resmi duduk di pemerintahan, dan mereka diberi kewenangan formal serta
mendapatkan limpahan sumber-sumber demi terlaksananya kebijaksanaan. Oleh
karena sumber-sumber potensial bagi pelaksanaan kebijakasanaan berada di
tangannya, maka sesungguhnya corak dan gaya pelaksanaankebijaksanaan banyak
bergantung kepadanya. Meskipun aktor–aktor lain mempunyai peranan dalam
pelaksanaan, keputusan akhir banyak berada di tangan pelaksana formal ini.
3.
Mediator Pelaksanaan Kebijaksanaan
Pendidikan
Mediator kebijaksanaan adalah perorangan atau kelompok
yang mendapat limpahan dari pelaksana kebijaksanaan formal untuk membantu
pelaksana kebijaksanaan. Fungsi dari mediator ini adalah bahwa mereka rekanan
pemerintah dalam hal pelaksanaan kebijaksanaan. Rekanan ini diperlukan, agar
tidak menimbulkan ineffectivity dan inefficiency birokrasi pemerintahan.
Rekanan ini bisa berupa birokrat tingkat propinsi atau local, instansi-instansi
non departemental dan dapat juga berupa swasta. Rekanan ini kadang membentuk
lagi sub rekanan, bahkan sub-sub rekanan. Misal saja pelaksanaan kebijaksanaan,
yang berupa proyek raksasa, pemerintah umumnya membutuhkan rekanan swasta untuk
melaksanakannya.
4. Partai
Politik
Secara independen partai politik juga berusaha
mempengaruhi pelaksanaan kebijaksanaan. Pengaruh tersebut, dapat dilakukan
secara langsung dan dapat juga dilakukan secara tidak langsung melalui
wakil-wakilnya di parlemen atau badan-badan otonomi yang dibentuk. Dalam
pelaksanaan kebijaksanaan, partai politik seringkali memantau, apakah hal-hal
yang berkaitan dengan misi perjuangan partai tersebut terakomodasi dalam
pelaksanaan kebijaksanaan ataukah tidak. Partai politik juga sering memberikan
pandangan-pandangan yang isinya banyak berkaitan dengan kepentingan anggota dan
misi perjuangan partai.
5.
Interest Group
Interest group atau kelompok berkepentingan adalah
suatu kelompok yang dibentuk oleh orang-orang yang mempunyai interest sama.
Karena kesamaan tersebut umumnya mereka mempunyai kekompakan dalam hal
mempengaruhi pelaksanaan kebijaksanaan. Mereka senantiasa berusaha agar
kepentingan yang mereka miliki tidak dirugikan oleh kebijaksanaan yang
dilaksanakan, karena yang diperjuangkan oleh interest group adalah kepentingan
kelompoknya sendiri, kelompok ini sangat intensif dalam memperjuangkan
kepentingan kelompoknya.
6. Organisasi
Massa
Organisasi massa juga seringkali memberikan
pikiran-pikiran dan gagasan-gagasan bagi pelaksanaan kebijaksanaan ini. Tidak
jarang, merek mengambil bagian yang aktif didalamnya. Keaktifan disini umumnya
berbentuk bantuan dan dukungan terhadap kebijaksanaan yang telah dilakukan.
Oleh
karena itu sifatnya membantu, tidak jarang apa yang dilakukan organisasi massa
ini cenderung menggarisbawahi dan menjabarkan lebih lanjut terhadap
kebijaksanaan yang dilaksanakan.
7.
Tokoh Perorangan
Tokoh perorangan juga berperan dalam pelaksanaan
kebijaksanaan pendidikan, dengan kapasitas dan kelebihan pribadinya, dapat
diangkat menjadi orang yang memberi advice
keahlian terhadap pelaksaan kebijaksanaan. Ini sangatlah penting, karena
kebijaksanaan diimplementasikan menyangkut kepentingan dan persoalan orang
banyak.
Tidak semua tokoh perorangan ini diangkat menjadi
ahli yang bertugas memberi advice
keahlian. Banyak juga yang mempunyai lapangan pengabdian yang berbeda dengan
mereka yang bertugas memberi advice.
Tokoh perorangan sering kali mengemukakan gagasan-gagasan melalui
pertemuan-pertemua, bahkan melalui media massa. Meskipun apa yang mereka
kemukakan tidak secara langsng didengar oleh pelaksana kebijaksanaan formal,
tetapi cepat atau lambat akan sampai juga ke pelaksana formal.
8. Media
Massa
Media massa dapat menjadi mediator antara pelaksana
kebijaksanaan satu dengan pelaksana kebijaksanaan lain, antara pelaksana
kebijaksanaan dengan perumus kebijaksanaan, antara pelaksana kebijaksanaan
dengan khalayak, khususnya di bidang informasi kebijaksanaan. Dalam masa
sekarang ini sarana komunikasi telah canggih, maka media menjadi sumber
informasi tercepat, tidak jarang terjadi, para pejabat mengetahui sesuatu
pertama kali justru melalui koran dan bukan informasi resmi.
Media massa umumnya juga dapat memberikan kontrol
atas kebijaksanaan yang telah dilakukan, tidak jarang media massa meminta
orang-orang ahli untuk memberikan ulasan khusus mengenai kebijaksanaan yang
dilakukan. Kendati otoritas pelaksanaan kebijaksanaan ini tetap berada di
tangan peserta formal, tidak jarang terjadi, kontrol yang dikemukakan oleh
media massa juga punya pengaruh terhadap implementasi kebijaksanaan.
D. Arena
Pelaksanaan Implementasi Kebijakan Pendidikan
Yang dimaksud dengan arena adalah suatu wahana, tempat dan
gelanggang yang dipergunakan oleh para peserta implementasi kebijaksanaan untuk
memainkan perannya. Arena ini, bisa di level strategik (nasional), dapat juga
di level operasional dan teknikal. Di arena ini para perserta implementasi
kebijaksanaan pendidikan dapat mempergunakan kewenangan-kewenangan yang mereka
miliki. Berkaitan dengan wewenang ini, Weber menggolongkannya menjadi tiga
bagian. Pertama, kewenangan tradisional, yaitu kewenangan yang didasarkan atas
tradisi-tradisi atau kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Kedua,
kewenangan legal-rasional atau birokratis, ialah kewenangan yang didasarkan
atas peraturan-peraturan yang berlaku. Ketiga, kewenangan kharismatik, ialah
kewenangan yang didasarkan atas adanya jalinan emosional para pengikut terhadap
para pemimpinnya.
Meskipun arena yang dipakai dalam implementasi kebijaksanaan
tersebut lazimnya berupa birokrasi, tetapi dalam realitasnya kewenangan yang
dipakai tidak sekedar monopoli kewenangan legal-rasional. Kewenangan
legal-rasional memang mewarnai arena implementasi kebijaksanaan seperti
birokrasi; akan tetapi, tidak jarang ia juga masih memerlukan dukungan
kewenangan tradisional dan kewenangan kharismatis. Hal tersebut terasa terutama
pada Negara-negara yang sedang berkembang.
E. Jenis
Kebijakan Pendidikan
Ada banyak jenis kebijaksanaan, Anderson dalam (Imron 2012),
mengemukakan beberapa jenis kebijaksanaan.
1.
Substantive
policies yaitu materi, isi, atau subject
matter kebijaksanaan. Misalnya saja kebijaksanaan di bidang pendidikan,
perdagangan,ahukum, perburuan.
2.
Procedural
policies adalah menyangkut siapa, kelompok mana, dan pihak mana yang
terlibat dalam merumuskan dan melaksanakan kebijkasanaan. Misalnya dalam
merancang, membuat, dan melaksanakan undang-undang tentang sistem pendidikan
nasional.
3.
Distributive
policies adalah kebijaksanaan yang memberikan pelayanan atau keuntungan
kepada sejumlah atau sekelompok masyarakat. Misalnya pemberian beasiswa kepada
mahasiswa yang mau mengambil program studi langka.
4.
Redistributive
policies adalah kebijaksanaan yang arahnya memindahkan hak, kepemilikan,
kepunyaan pada masyarakat. Contoh kebijaksanaan redistributive ini adalah
pemberlakuan pajak yang lebih besar bagi barang-barang impor yang berbeda
dengan produksi dalam negeri.
5.
Regulatory
policies adalah kebijaksanaan yang berkenaan dengan pembatasan atas tindakan
terhadap seseorang atau sekolempok orang. Misalnya, pembatasan penjualan
obat-obat tertentu.
6.
Self
regulatory policies kebijaksanaan jenis ini hamper sama dengan
dengan regulatory policies. Hanya
saja self regulatory policies
didukung oleh seseorang atau sekoelmpok orang yang punya kepentingan dengan
pelaksanaan kebijaksanaan tersebut.
7.
Material
policies adalah kebijaksanaan mengenai penyediaan sumber-sumber material
kepada penerimanya, dengan mengenakan beban atau kerugian kepada yang
mengalokasikannya. Contoh kebijaksanaan pemberlakuan upah minimum kepada
perusahaan atas para pekerjanya, sedangkan di dunia pendidikan pembebasan SPP
kepada sejumlah siswa, tetapi bebannya diambilkan dari kenaikan SPP seluruh
siswa.
8.
Symbolic
policies kebikasanaan jenis ini umumnya tidak memaksa kepada khalayak,
karena dilakukan tidaknyakebijakan tersebut, tidak selalu besar dampaknya
kepada masyarakat. Contoh kebijkasanaan iuran TVRI dan radio, larangan
menginjak rumput taman diperkotaan.
9.
Collective
good policies adalah kebijkasanaan tentang penyediaan barang
dan pelayanan guna memenuhi kepentingan orang banyak. Contoh kebijaksanaan
wajib belajar tingkat sekolah dasar.
10.
Private
good policies adalah kebijkasanaan penyediaan kebutuhan
tertentu kepada masyarakat yang membutuhkan, tetapi masyarakat tersebut harus
menyediakan biaya untuk mendapatkan layanan. Contoh di dunia pendidikan adalah
jika orang tua berkehendak mendapatkan layanan pendidikan yang jenis dan
mutunya sesuai dengan yang ia kehendaki, maka ia harus menyediakan dana
sejumlah tertentu sesuai dengan kebutuhannnya.
11.
Liberal
policies adalah suatu kebijaksanaan yang menuntut kepada pemerintah untuk
mengadakan perubahan-perubahan. Wujud kebijaksanaan liberal adalah mengadakan
koreksi atas kelemahan-kelemahan pada aturan-aturan yang ada, serta berupaya
menignkatkan program-program ekonomi dan kesejahteraan.
12.
Concervative
policies adalah kebalikan dari kebijaksanaan liberal. Jika pada
kebijkasanaan liberal menuntut diadakan perubahan-perubahan, maka kebijaksanaan
konservatif justru mempertahankan apa yang telah ada.
F.
Langkah-Langkah Implementasi Kebijakan
Pendidikan
Sesuai dengan kerangka Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara (MEN-PAN) No. PER/04/M-PAN/4/2007 tentang Pedoman
Umum Formulasi, Implementasi, Evaluasi Kinerja, Dan Revisi Kebijakan Publik di
Lingkungan Lembaga Pemerintah Pusat Dan Daerah, langkah-langkah yang ditempuh
dalam mengimplementasikan kebijakan pendidikan adalah sebagai berikut:
1.
Penyiapan implementasi kebijakan
pendidikan (0-6 bulan), termasuk kegiatan sosial. Tahapan sosialisasi dilakukan
dengan cara penyebarluasan informasi kepada masyarakat melalui berbagai media
serta pertemuan langsung dengan masyarakat.
2.
Implementasi kebijakan pendidikan
dilaksanakan tanpa sanksi (masa uji coba) dengan jangka waktu 6 – 12 bulan dan
disertai perbaikan atau penyempurnaan kebijakan apabila diperlukan.
3.
Implementasi kebijakan pendidikan dengan
sanksi dilakukan setelah masa uji coba selesai, disertai pengawasan dan
pengadilan.
4.
Setelah dilakukan implementasi kebijakan
pendidikan selama 3 (tiga) tahun, dilakukanlah evaluasi kebijakan pendidikan.
G. Faktor
Penentu Implementasi Kebijakan Pendidikan
Implementasi merupakan tahapan pelaksanaan atas
sebuah kebijakan. Adapun beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tercapainya
implementasi kebijakan pendidikan sebagai berikut.
1.
Kompleksitas kebijakan-kebijakan yang
telah dibuat
Semakin kompleks suatu kebijakan yang dibuat, maka
semakin rumit dan lama implementasinya.
2.
Tidak jelasnya rumusan kebijakan dan
pemecahan masalah yang diajukan
Ketidak jelasan demikian dapat menjadikan penyebab
aparat pelaksana ragu-ragu. Khawatir jika hal tersebut dilaksanakan, tidak
sesuai dengan yang dikehendaki sebagaimana dalam rumusannya.
3.
Faktor sumber-sumber potensial yang
dapat mendukung pelaksanaan kebijakan.
Tersedia tidaknya sumber potensial, baik yang
bersifat manusia maupun nonmanusia, dapat dipastikan akan memengaruhi
implementasi kebijakan, sebab bagaimanapun pelaksanaan kebijakan punya
konsekuensi logis bagi penyediaan sumber-sumber potensial kebijakan.
4.
Keahlian pelaksana kebijakan
Semakin profesional pelaksana kebijakan, baik
profesional yang bersifat teknis maupun manajerial, maka semakin baik pula
implementasi kebijakan.
5.
Dukungan dari khalayak sasaran terhadap
kebijakan yang diimplementasikan.
Dukungan dari masyarakat sangat diperlukan, sebab
kebijakan yang dilaksanakan adalah melibatkan masyarakat banyak dengan berbagai
karakteristiknya.
6.
Faktor-faktor efektivitas dan efisiensi
birokrasi
Faktor-faktor ini sangat penting, sebab tidak jarang
masyarakat justru ingin memberikan dukungan terhadap kebijakan dapat merasa
kesulitan hanya disebabkan tidak bagusnya birokrasi yang menjadi pendukungnya.
H. Kendala
Dan Perspektif Kebehasilan Implementasi
Kendala-kendala dalam implementasi kebijakan oleh
Dunsire dalam (Hasbullah, 2016) dinamakan sebagai “implementation gap” yaitu suatu keadaan dalm proses kebijakan
selalu terbuka untuk kemungkinan akan terjadinya perbedaan antara apa yang
diharapkan oleh pembuat kebijakan dengan apa yang senyatanya dicapai (sebagai
hasil atau prestasi dari pelaksanaan kebijakan). Perbedaan tersebut tergantung
pada “implementaation capacity” dari
organisasi birokrasi pemerintahan atau kelompok organisasi atau aktor yang
dipercaya mengemban tugas mengimplemetasikan kebijakan tersebut.
Kebijakan pendidikan dapat dilihat dari dua
perspektif, yaitu: (1) melihat implementasi sebagai kepatuhan pemerintah daerah
(organisasi pelaksana) terhadap pemerintah pusat atau organisasi di atasnya (complience perspective) dengan
menggunakan satu organisasi pelaksana (single
agency) dan (2) melihat apa yang terjadi (what happened perspective). Pendekatan ini melihat interaksi
berbagai organisasi baik pemerintah maupun non pemeritah (multiple agency and non government actor) untuk melihat
faktor-faktor penyebab yang memepngaruhi suatu kejadian (a inier model of anticedent).
I.
Pendekatan Dalam Implementasi Kebijakan
Pendidikan
Para ahli mengungkapkan terdapat 4 (empat)
pendekatan yang dapat diakukan dalam impementasi kebijakan pendidikan.
1.
Pendekatan struktutal
Pendekatan struktural merupakan salah satu
pendekatan yang bersifat top-down yang
dikenal dalam teori-teori organisasi. Pendekatan ini menekankan pentingnya
komando dan supervisi menurut tahapan atau tingkatan dalam struktur
masing-masing organisasi. Titik lemah dari pendekatan ini adalah proses
pelaksanaan implementasi kebijakan pendidikan menjadi kaku, terlaluu
birokratis, dan kurang efisien.
2.
Pendekatan prosedural dan menajerial
Pendekatan prosedural dan manajerial pada dasarnya
dikembangkan untuk mengatasi kelemahan pendekatan struktural, di mana
pendekatan ini tidak mementingkan penataan struktur-struktur birokrasi
pelaksana yang cocok bagi implementasi program, melainkan dengan upaya
mengembangkan proses-proses dan prosedur-prosedur yang relevan, termasuk
prosedur-prosedur manajerial beserta teknik-teknik manajemen yang tepat.
3.
Pendekatan perilaku
Pendekatan ini meletakkan dasar semua orientasi dari
kegiatan implementasi kebijakan pada perilaku manusia sebagai pelaksana, bukan
ada organisasinya sebagimana pendeatan struktural atau pada teknik manajemennya
sebagaimana pendekatan prosedural dan manajerial dan pendekatan ini berasumsi
bahwa perilaku manusia mempengaruhi proses implementasi penddikan.
4.
Pendekatan politik
Pendekatan ini lebih melihat pada faktor-faktor
poitik atau kekuasaan yang dapat memperlancar atau menghambat proses
implementasi kebijakan. Pendekatan ini mempertimbangkan atas pemantauan
kelompok pengikut dan kelompok penentang beserta dinamikanya.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Implementasi kebijakan pendidikan merupakan proses
yang tidak hanya menyangkut perilaku-perilaku badan administratif yang
bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan kepada
kelompok sasaran, melainkan juga menyangkut faktor-faktor hukum, politik,
ekonomi, sosial yang langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku
dari berbagai pihak yang terlibat dalam program. Batasan implementasi
kebijaksanaan sebagai keberhasilan mengevaluasi masalah dan menerjemahkannya ke
dalam keputusan-keputusan yang bersifat khusus. Aktor-aktor implementasi
kebijaksanaan ini, dapat digolongkan menjadi aktor implementasi kebijakan
formal dan informal. Arena adalah suatu wahana, tempat dan
gelanggang yang dipergunakan oleh para peserta implementasi kebijaksanaan untuk
memainkan perannya. Arena ini, bisa di level strategik (nasional), dapat juga
di level operasional dan teknikal. Kebijakan memiliki
kriteria berbeda, oleh karena itu keijkan diabagi atas Substantive policies, Procedural policies, Distributive
policies, Redistributive policies, Regulatory policies, Self regulatory
policies, Material policies, Symbolic policies, Collective good policies, Private
good policies, Liberal policies, dan Concervative policies.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan pembaca dapat
mengetahui implementasi kebijakan pendidikan. Kritik dan saran diperlukan untuk
penyempurnaan makalah ini. Makalah ini juga memaparkan bagaimana
mengimpementasikan kebijakan pendidikan, sehingga diharapkan dapat mencapai
pendidikan yang telah dicita-citakan.
DAFTAR RUJUKAN
Hasbullah, M. (2016). KEBIJAKAN PENDIDIKAN: Dalam
Prespektif Teori, Aplikasi, dan Kondisi Objektif Pendidikan di Indonesia.
Jakarta: PT RAJA GRAFINDO PERSADA.
Imron, A. (2012). KEBIJAKSANAAN PENDIDIKAN DI INDONESIA.
Jakarta: PT Bumi Aksara.







0 komentar:
Posting Komentar