Sabtu, 04 Mei 2019

IMPLEMENTASI KEBIJAKSANAAN PENDIDIKAN


IMPLEMENTASI KEBIJAKSANAAN PENDIDIKAN

MAKALAH
Untuk memenuhi tugas mata kuliah
Analisis kebijakan dan pengambilan keputusan
yang dibina oleh Bapak Prof. Dr.  Ali Imron, M.Pd, M.Si


Disusun oleh :
Indra Lesmana                            (160131600430)
Ita Syazwanti                              (160131600419)
Linda Kurnia Pratiwi                  (160131600450)


 






UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
ADMINISTRASI PENDIDIKAN
Agustus 2017


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan rahmat serta karunia yang Dia berikanlah makalah yang membahas Implementasi Kebijakan Pendidikan ini dapat terselesaikan dan menjadi sesuatu yang dapat bermanfaat di kemudian hari bagi pembacanya.
Dalam penyusunan makalah ini penyusun tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih yang sangat tulus kepada pihak-pihak yang telah banyak melibatkan diri dalam membantu menyelesaikan makalah ini , yaitu:
1.      Bapak Prof. Dr. Ali Imron, M.Pd.,M.Si selaku dosen Pembina mata kuliah Analisis Kebijakan dan Pengambilan Keputusan yang telah membimbing dan mengarahkan kepada penulis demi terselesaikannya makalah ini.
2.      Kedua orang tua saya yang telah membantu baik doa maupun materi.
3.      Teman-teman offering yang telah membantu dan memberi motivasi kepada saya dalam menyelesaikan makalah ini.
Penyusun telah berusaha semaksimal mungkin demi menyempurnakan penyusunan-penyusunan makalah ini, dan kami sangat menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dalam hal penyusunan. Oleh sebab demikian, saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan. Penyusun juga sangat berharap agar makalah yang telah disusun dapat bermanfaat bagi pembaca maupun penulis sendiri.

                                                                                   

Malang, 26 Agustus 2017


                                                                                    Penyusun


DAFTAR ISI

Cover............................................................................................................        i
Kata Pengantar.............................................................................................        ii
Daftar Isi......................................................................................................        iii
BAB I  Pendahuluan....................................................................................       
A.    Latar Belakang.................................................................................       
B.     Rumusan Masalah............................................................................       
C.     Tujuan..............................................................................................       
BAB II  Pembahasan...................................................................................       
A.    Alasan Perlunya Implementasi Kebijakan Pendidikan....................       
B.     Batasan-Batasan Implementasi Kebijakan Pendidikan....................       
C.     Aktor Pelaksana Kebijakan Pendidikan...........................................       
D.    Arena Pelaksanaan Implementasi Kebijakan Pendidikan................       
E.     Jenis Kebijakan Pendidikan.............................................................       
F.      Langkah-Langkah Implementasi Kebijakan Pendidikan.................       
G.    Faktor Penentu Implementasi Kebijakan Pendidikan......................       
H.    Kendala Dan Perspektif Kebehasilan Implementasi........................       
I.       Pendekatan Dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan................       
BAB III Penutup.........................................................................................       
A.    Kesimpulan......................................................................................       
B.     Saran................................................................................................       
Daftar Rujukan............................................................................................              



BAB I
PENDAHULUAN
Pada pendahuluan ini dipaparkan beberapa bagian tentang (a) Latar Belakang, (b) Rumusan Masalah, (c) Tujuan Pembahasan.
A.      Latar Belakang
Indonesia merupakan negara berkembang dengan jumlah penduduk yang sangat besar. Pendidikan menjadi target utama bagi setiap negara karena melalui pendidikan akan tercipta suatu negara yang maju. Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup (Mudyaharjo dalam Triwiyanto, 2015). Kebijakan pemerintah sangat dominan dalam proses memfasilitasi pedidikan. Setelah kebijakan dirumuskan, disahkan dan dikomunikasikan kepada khalayak, kemudian dilaksanakan dan diimplementasikan. Realistis tidaknya rumusan kebijaksanaan pendidikan yang telah disahkan, bergantung kepada bagaimana pelaksanaannya di lapangan.

B.       Rumusan Masalah
Dalam bab ini penyusun menguraikan mengenai masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yakni sebagai berikut.
1.      Apa alasan perlunya implementasi kebijakan pendidikan?
2.      Apa batasan-batasan implementasi kebijakan pendidikan?
3.      Siapa yang menjadi aktor pelaksana kebijakan pendidikan?
4.      Dimanakah arena pelaksanaan implementasi kebijakan pendidikan?
5.      Apa saja jenis kebijakan pendidikan?
6.      Apa saja langkah-langkah implementasi kebijakan pendidikan?
7.      Apa faktor penentu implementasi kebijakan pendidikan?
8.      Apa kendala dan perspektif kebehasilan implementasi?
9.      Apa pendekatan dalam implementasi kebijakan pendidikan?




C.       Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan penulisan makalah adalah sebagai berikut.
1.      Agar pembaca mengetahui alasan perlunya implementasi kebijakan pendidikan.
2.      Menguraikan batasan-batasan implementasi kebijakan pendidikan.
3.      Menjelaskan aktor-aktor pelaksana kebijakan pendidikan.
4.      Menjelaskan arena pelaksanaan implentasi kebijakan pendidikan.
5.      Menguraikan jenis-jenis kebijakan pendidikan.
6.      Menguraikan langkah-langkah implementasi kebijakan pendidikan.
7.      Menjelaskan faktor penentu implementasi kebijakan pendidikan.
8.      Menguraikan kendala dan perspektif kebehasilan implementasi.
9.      Menjelaskan pendekatan dalam implementasi kebijakan pendidikan.



BAB II
PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan diuranikan tentang (a) Alasan Perlunya Implementasi Kebijakan Pendidikan, (b) Batasan-Batasan Implementasi Kebijakan Pendidikan, (c) Aktor Pelaksana Kebijakan Pendidikan, (d) Arena Pelaksanaan Implementasi Kebijakan Pendidikan, (e) Jenis Kebijakan Pendidikan, (f) Langkah-Langkah Implementasi Kebijakan Pendidikan, (g) Faktor Penentu Implementasi Kebijakan Pendidikan, (h) Kendala Dan Perspektif Kebehasilan Implementasi, (i) Pendekatan Dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan.
A.      Alasan Perlunya Implementasi Kebijakan Pendidikan
Implementasi kebijaksanaan pendidikan adalah pengupayaan agar rumusan-rumusan kebijaksanaan pendidikan berlaku di dalam praktik. Tolok ukur keberhasilan kebijaksanaan pendidikan ada pada implementasinya. Rumusan yang dibuat, bukan sekedar agar berhenti sebagai rumusan, melainkan harus secara fungsional dilaksanakan. Sebagai apa pun rumusan kebijaksanaan, jika tidak diimplementasikan, akan tidak dirasakan gunanya. Sebaliknya, sesederhana apa pun rumusan kebijaksanaan, jika sudah diimplementasikan, akan lebih berguna, apa pun dan seberapapun gunanya. Perumusan dengan pelaksanaan kebijaksanaan bagaikan dua sisi mata uang yang sama-sama pentingnya, ia tidak boleh meniadakan di antara salah satunya.
Implementasi kebijaksanaan harus dilakukan, karena problema-problema yang dirumuskan dalam rumusan kebijaksanaan menuntut pemecahan melalui tindakan, dan tidak sekedar pemecahan secara konseptual. Akan diketahui secara jelas melalui implementasi, apakah suatu rumusan alternative pemecahan masalah tersebut, betul-betul sesuai dengan masalahnya ataukah tidak. Akan diketahui melalui implementasi juga, apakah setelah diterapkannya alternative pemecahan masalah yang telah dirumuskan, menimbulkan masalah baru ataukah tidak. Implementasi bisa menjadi tolok ukur tepat tidaknya, akurat tidaknya, relevan tidaknya dan realistis tidaknya suatu rumusan kebijaksanaan.
B.       Batasan-Batasan Implementasi Kebijakan Pendidikan
Nakamura dalam (Imron 2012) memberikan batasan implementasi kebijaksanaan sebagai keberhasilan mengevaluasi masalah dan menerjemahkannya ke dalam keputusan-keputusan yang bersifat khusus.  Jones (dalam Imron 2012) lebih banyak mengkritik batasan-batasan implementasi kebijaksanaan. Ia mendasarkan konsepsi implementasi kebijaksanaan berdasarkan aktivitas fungsional. Implementasi kebijaksanaan, ia katakan sebagai konsep yang dinamis memerlukan usaha-usaha untuk mencari apa yang akan dan dapat dilaksanakan. Implementasi akhirnya dipahami sebagai pengaturan aktivitas yang mengarah pada penempatan program ke dalam suatu dampak. Tiga aktivitas utama dalam implementasi ialah interpretasi, organisasi dan aplikasi.
Yang dimaksud dengan interpretasi adalah aktivitas menerjemahkan makna program ke dalam pengaturan yang dapat diterima dan dijalankan. Organisasi adalah unit atau wadah yang digunakan untuk menempatkan program. Sementara aplikasi adalah konsekuensi yang berupa pemenuhan perlengkapan serta biaya yang dibutuhkan. Supandi dalam (Imron 2012) memandang lain mengenai implementasi kebijaksanaan sebagai suatu proses menjalankan, menyelenggarakan atau mengupayakan agar alternatif-alternatif yang telah diputuskan berlaku di dalam praktik. Berarti, rumusan-rumusan kebijaksanaan yang umumnya abstrak tersebut, baru nyata dan kongkrit setelah diimplementasikan secara nyata. Kebijaksanaan yang terlaksana dengan sendirinya lazim dikenal dengan self-executing, sedangkan kebijaksanaan yang tidak secara otomatis terlaksana dengan sendirinya lazim dikenal dengan non self-executing.

C.       Aktor Pelaksana Kebijakan Pendidikan
Aktor-aktor implementasi kebijaksanaan ini, dapat digolongkan menjadi aktor implementasi kebijakan formal dan informal. Peranan aktor-aktor tersebut berbeda-beda, tetapi secara keseluruhan para aktor tersebut mengambil bagian dalam proses implementasi ini. Yang termasuk aktor implementasi kebijaksanaan antara lain.
1.      Perumus Kebijaksanaan Pendidikan
Dalam pelaksanaan kebijaksanaan, para perumus sering kali mengajukan tuntutan-tuntutan, memberikan koreksi-koreksi dan masukan-masukan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan. Dengan pendapat yang dilakukan oleh legislative dan esekutif, adalah salah satu bentuk saja  dari intervensi perumus atas pelaksana dalam hal implementasi kebijaksanaan, termasuk kebijaksanaan pendidikan. Jelas kiranya, bahwa meskipun para perumus kebijaksanaan mempunyai tugas utama memformulasikan kebijaksanaan, tetapi pada saat implementasi tidak begitu saja lepas tangan.
2.      Pelaksana Kebijaksanaan Pendidikan
Aktor yang paling utama berperan dalam implementasi kebijaksanaan pendidikan adalah pelaksana kebijaksanaan pendidikan atau eksekutif. Yang dimaksud dengan pelaksana kebijaksanaan adalah aktor yang secara resmi duduk di pemerintahan, dan mereka diberi kewenangan formal serta mendapatkan limpahan sumber-sumber demi terlaksananya kebijaksanaan. Oleh karena sumber-sumber potensial bagi pelaksanaan kebijakasanaan berada di tangannya, maka sesungguhnya corak dan gaya pelaksanaankebijaksanaan banyak bergantung kepadanya. Meskipun aktor–aktor lain mempunyai peranan dalam pelaksanaan, keputusan akhir banyak berada di tangan pelaksana formal ini.
3.      Mediator Pelaksanaan Kebijaksanaan Pendidikan
Mediator kebijaksanaan adalah perorangan atau kelompok yang mendapat limpahan dari pelaksana kebijaksanaan formal untuk membantu pelaksana kebijaksanaan. Fungsi dari mediator ini adalah bahwa mereka rekanan pemerintah dalam hal pelaksanaan kebijaksanaan. Rekanan ini diperlukan, agar tidak menimbulkan ineffectivity dan inefficiency birokrasi pemerintahan. Rekanan ini bisa berupa birokrat tingkat propinsi atau local, instansi-instansi non departemental dan dapat juga berupa swasta. Rekanan ini kadang membentuk lagi sub rekanan, bahkan sub-sub rekanan. Misal saja pelaksanaan kebijaksanaan, yang berupa proyek raksasa, pemerintah umumnya membutuhkan rekanan swasta untuk melaksanakannya.
4.      Partai Politik
Secara independen partai politik juga berusaha mempengaruhi pelaksanaan kebijaksanaan. Pengaruh tersebut, dapat dilakukan secara langsung dan dapat juga dilakukan secara tidak langsung melalui wakil-wakilnya di parlemen atau badan-badan otonomi yang dibentuk. Dalam pelaksanaan kebijaksanaan, partai politik seringkali memantau, apakah hal-hal yang berkaitan dengan misi perjuangan partai tersebut terakomodasi dalam pelaksanaan kebijaksanaan ataukah tidak. Partai politik juga sering memberikan pandangan-pandangan yang isinya banyak berkaitan dengan kepentingan anggota dan misi perjuangan partai.
5.      Interest Group
Interest group atau kelompok berkepentingan adalah suatu kelompok yang dibentuk oleh orang-orang yang mempunyai interest sama. Karena kesamaan tersebut umumnya mereka mempunyai kekompakan dalam hal mempengaruhi pelaksanaan kebijaksanaan. Mereka senantiasa berusaha agar kepentingan yang mereka miliki tidak dirugikan oleh kebijaksanaan yang dilaksanakan, karena yang diperjuangkan oleh interest group adalah kepentingan kelompoknya sendiri, kelompok ini sangat intensif dalam memperjuangkan kepentingan kelompoknya.
6.      Organisasi Massa
Organisasi massa juga seringkali memberikan pikiran-pikiran dan gagasan-gagasan bagi pelaksanaan kebijaksanaan ini. Tidak jarang, merek mengambil bagian yang aktif didalamnya. Keaktifan disini umumnya berbentuk bantuan dan dukungan terhadap kebijaksanaan yang telah dilakukan.
Oleh karena itu sifatnya membantu, tidak jarang apa yang dilakukan organisasi massa ini cenderung menggarisbawahi dan menjabarkan lebih lanjut terhadap kebijaksanaan yang dilaksanakan.
7.      Tokoh Perorangan
Tokoh perorangan juga berperan dalam pelaksanaan kebijaksanaan pendidikan, dengan kapasitas dan kelebihan pribadinya, dapat diangkat menjadi orang yang memberi advice keahlian terhadap pelaksaan kebijaksanaan. Ini sangatlah penting, karena kebijaksanaan diimplementasikan menyangkut kepentingan dan persoalan orang banyak.
Tidak semua tokoh perorangan ini diangkat menjadi ahli yang bertugas memberi advice keahlian. Banyak juga yang mempunyai lapangan pengabdian yang berbeda dengan mereka yang bertugas memberi advice. Tokoh perorangan sering kali mengemukakan gagasan-gagasan melalui pertemuan-pertemua, bahkan melalui media massa. Meskipun apa yang mereka kemukakan tidak secara langsng didengar oleh pelaksana kebijaksanaan formal, tetapi cepat atau lambat akan sampai juga ke pelaksana formal.
8.      Media Massa
Media massa dapat menjadi mediator antara pelaksana kebijaksanaan satu dengan pelaksana kebijaksanaan lain, antara pelaksana kebijaksanaan dengan perumus kebijaksanaan, antara pelaksana kebijaksanaan dengan khalayak, khususnya di bidang informasi kebijaksanaan. Dalam masa sekarang ini sarana komunikasi telah canggih, maka media menjadi sumber informasi tercepat, tidak jarang terjadi, para pejabat mengetahui sesuatu pertama kali justru melalui koran dan bukan informasi resmi.
Media massa umumnya juga dapat memberikan kontrol atas kebijaksanaan yang telah dilakukan, tidak jarang media massa meminta orang-orang ahli untuk memberikan ulasan khusus mengenai kebijaksanaan yang dilakukan. Kendati otoritas pelaksanaan kebijaksanaan ini tetap berada di tangan peserta formal, tidak jarang terjadi, kontrol yang dikemukakan oleh media massa juga punya pengaruh terhadap implementasi kebijaksanaan.
           
D.      Arena Pelaksanaan Implementasi Kebijakan Pendidikan
Yang dimaksud dengan arena adalah suatu wahana, tempat dan gelanggang yang dipergunakan oleh para peserta implementasi kebijaksanaan untuk memainkan perannya. Arena ini, bisa di level strategik (nasional), dapat juga di level operasional dan teknikal. Di arena ini para perserta implementasi kebijaksanaan pendidikan dapat mempergunakan kewenangan-kewenangan yang mereka miliki. Berkaitan dengan wewenang ini, Weber menggolongkannya menjadi tiga bagian. Pertama, kewenangan tradisional, yaitu kewenangan yang didasarkan atas tradisi-tradisi atau kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Kedua, kewenangan legal-rasional atau birokratis, ialah kewenangan yang didasarkan atas peraturan-peraturan yang berlaku. Ketiga, kewenangan kharismatik, ialah kewenangan yang didasarkan atas adanya jalinan emosional para pengikut terhadap para pemimpinnya.
Meskipun arena yang dipakai dalam implementasi kebijaksanaan tersebut lazimnya berupa birokrasi, tetapi dalam realitasnya kewenangan yang dipakai tidak sekedar monopoli kewenangan legal-rasional. Kewenangan legal-rasional memang mewarnai arena implementasi kebijaksanaan seperti birokrasi; akan tetapi, tidak jarang ia juga masih memerlukan dukungan kewenangan tradisional dan kewenangan kharismatis. Hal tersebut terasa terutama pada Negara-negara yang sedang berkembang.

E.       Jenis Kebijakan Pendidikan
Ada banyak jenis kebijaksanaan, Anderson dalam (Imron 2012), mengemukakan beberapa jenis kebijaksanaan.
1.      Substantive policies yaitu materi, isi, atau subject matter kebijaksanaan. Misalnya saja kebijaksanaan di bidang pendidikan, perdagangan,ahukum, perburuan.
2.      Procedural policies adalah menyangkut siapa, kelompok mana, dan pihak mana yang terlibat dalam merumuskan dan melaksanakan kebijkasanaan. Misalnya dalam merancang, membuat, dan melaksanakan undang-undang tentang sistem pendidikan nasional.
3.      Distributive policies adalah kebijaksanaan yang memberikan pelayanan atau keuntungan kepada sejumlah atau sekelompok masyarakat. Misalnya pemberian beasiswa kepada mahasiswa yang mau mengambil program studi langka.
4.      Redistributive policies adalah kebijaksanaan yang arahnya memindahkan hak, kepemilikan, kepunyaan pada masyarakat. Contoh kebijaksanaan redistributive ini adalah pemberlakuan pajak yang lebih besar bagi barang-barang impor yang berbeda dengan produksi dalam negeri.
5.      Regulatory policies adalah kebijaksanaan yang berkenaan dengan pembatasan atas tindakan terhadap seseorang atau sekolempok orang. Misalnya, pembatasan penjualan obat-obat tertentu.
6.      Self regulatory policies kebijaksanaan jenis ini hamper sama dengan dengan regulatory policies. Hanya saja self regulatory policies didukung oleh seseorang atau sekoelmpok orang yang punya kepentingan dengan pelaksanaan kebijaksanaan tersebut.
7.      Material policies adalah kebijaksanaan mengenai penyediaan sumber-sumber material kepada penerimanya, dengan mengenakan beban atau kerugian kepada yang mengalokasikannya. Contoh kebijaksanaan pemberlakuan upah minimum kepada perusahaan atas para pekerjanya, sedangkan di dunia pendidikan pembebasan SPP kepada sejumlah siswa, tetapi bebannya diambilkan dari kenaikan SPP seluruh siswa.
8.      Symbolic policies kebikasanaan jenis ini umumnya tidak memaksa kepada khalayak, karena dilakukan tidaknyakebijakan tersebut, tidak selalu besar dampaknya kepada masyarakat. Contoh kebijkasanaan iuran TVRI dan radio, larangan menginjak rumput taman diperkotaan.
9.      Collective good policies adalah kebijkasanaan tentang penyediaan barang dan pelayanan guna memenuhi kepentingan orang banyak. Contoh kebijaksanaan wajib belajar tingkat sekolah dasar.
10.  Private good policies adalah kebijkasanaan penyediaan kebutuhan tertentu kepada masyarakat yang membutuhkan, tetapi masyarakat tersebut harus menyediakan biaya untuk mendapatkan layanan. Contoh di dunia pendidikan adalah jika orang tua berkehendak mendapatkan layanan pendidikan yang jenis dan mutunya sesuai dengan yang ia kehendaki, maka ia harus menyediakan dana sejumlah tertentu sesuai dengan kebutuhannnya.
11.  Liberal policies adalah suatu kebijaksanaan yang menuntut kepada pemerintah untuk mengadakan perubahan-perubahan. Wujud kebijaksanaan liberal adalah mengadakan koreksi atas kelemahan-kelemahan pada aturan-aturan yang ada, serta berupaya menignkatkan program-program ekonomi dan kesejahteraan.
12.  Concervative policies adalah kebalikan dari kebijaksanaan liberal. Jika pada kebijkasanaan liberal menuntut diadakan perubahan-perubahan, maka kebijaksanaan konservatif justru mempertahankan apa yang telah ada.

F.        Langkah-Langkah Implementasi Kebijakan Pendidikan
Sesuai dengan kerangka Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (MEN-PAN) No. PER/04/M-PAN/4/2007 tentang Pedoman Umum Formulasi, Implementasi, Evaluasi Kinerja, Dan Revisi Kebijakan Publik di Lingkungan Lembaga Pemerintah Pusat Dan Daerah, langkah-langkah yang ditempuh dalam mengimplementasikan kebijakan pendidikan adalah sebagai berikut:
1.      Penyiapan implementasi kebijakan pendidikan (0-6 bulan), termasuk kegiatan sosial. Tahapan sosialisasi dilakukan dengan cara penyebarluasan informasi kepada masyarakat melalui berbagai media serta pertemuan langsung dengan masyarakat.
2.      Implementasi kebijakan pendidikan dilaksanakan tanpa sanksi (masa uji coba) dengan jangka waktu 6 – 12 bulan dan disertai perbaikan atau penyempurnaan kebijakan apabila diperlukan.
3.      Implementasi kebijakan pendidikan dengan sanksi dilakukan setelah masa uji coba selesai, disertai pengawasan dan pengadilan.
4.      Setelah dilakukan implementasi kebijakan pendidikan selama 3 (tiga) tahun, dilakukanlah evaluasi kebijakan pendidikan.

G.      Faktor Penentu Implementasi Kebijakan Pendidikan
Implementasi merupakan tahapan pelaksanaan atas sebuah kebijakan. Adapun beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tercapainya implementasi kebijakan pendidikan sebagai berikut.
1.      Kompleksitas kebijakan-kebijakan yang telah dibuat
Semakin kompleks suatu kebijakan yang dibuat, maka semakin rumit dan lama implementasinya.
2.      Tidak jelasnya rumusan kebijakan dan pemecahan masalah yang diajukan
Ketidak jelasan demikian dapat menjadikan penyebab aparat pelaksana ragu-ragu. Khawatir jika hal tersebut dilaksanakan, tidak sesuai dengan yang dikehendaki sebagaimana dalam rumusannya.
3.      Faktor sumber-sumber potensial yang dapat mendukung pelaksanaan kebijakan.
Tersedia tidaknya sumber potensial, baik yang bersifat manusia maupun nonmanusia, dapat dipastikan akan memengaruhi implementasi kebijakan, sebab bagaimanapun pelaksanaan kebijakan punya konsekuensi logis bagi penyediaan sumber-sumber potensial kebijakan.
4.      Keahlian pelaksana kebijakan
Semakin profesional pelaksana kebijakan, baik profesional yang bersifat teknis maupun manajerial, maka semakin baik pula implementasi kebijakan.
5.      Dukungan dari khalayak sasaran terhadap kebijakan yang diimplementasikan.
Dukungan dari masyarakat sangat diperlukan, sebab kebijakan yang dilaksanakan adalah melibatkan masyarakat banyak dengan berbagai karakteristiknya.
6.       Faktor-faktor efektivitas dan efisiensi birokrasi
Faktor-faktor ini sangat penting, sebab tidak jarang masyarakat justru ingin memberikan dukungan terhadap kebijakan dapat merasa kesulitan hanya disebabkan tidak bagusnya birokrasi yang menjadi pendukungnya.

H.      Kendala Dan Perspektif Kebehasilan Implementasi
Kendala-kendala dalam implementasi kebijakan oleh Dunsire dalam (Hasbullah, 2016) dinamakan sebagai “implementation gap” yaitu suatu keadaan dalm proses kebijakan selalu terbuka untuk kemungkinan akan terjadinya perbedaan antara apa yang diharapkan oleh pembuat kebijakan dengan apa yang senyatanya dicapai (sebagai hasil atau prestasi dari pelaksanaan kebijakan). Perbedaan tersebut tergantung pada “implementaation capacity” dari organisasi birokrasi pemerintahan atau kelompok organisasi atau aktor yang dipercaya mengemban tugas mengimplemetasikan kebijakan tersebut.
Kebijakan pendidikan dapat dilihat dari dua perspektif, yaitu: (1) melihat implementasi sebagai kepatuhan pemerintah daerah (organisasi pelaksana) terhadap pemerintah pusat atau organisasi di atasnya (complience perspective) dengan menggunakan satu organisasi pelaksana (single agency) dan (2) melihat apa yang terjadi (what happened perspective). Pendekatan ini melihat interaksi berbagai organisasi baik pemerintah maupun non pemeritah (multiple agency and non government actor) untuk melihat faktor-faktor penyebab yang memepngaruhi suatu kejadian (a inier model of anticedent).

I.         Pendekatan Dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan
Para ahli mengungkapkan terdapat 4 (empat) pendekatan yang dapat diakukan dalam impementasi kebijakan pendidikan.
1.      Pendekatan struktutal
Pendekatan struktural merupakan salah satu pendekatan yang bersifat top-down yang dikenal dalam teori-teori organisasi. Pendekatan ini menekankan pentingnya komando dan supervisi menurut tahapan atau tingkatan dalam struktur masing-masing organisasi. Titik lemah dari pendekatan ini adalah proses pelaksanaan implementasi kebijakan pendidikan menjadi kaku, terlaluu birokratis, dan kurang efisien.
2.      Pendekatan prosedural dan menajerial
Pendekatan prosedural dan manajerial pada dasarnya dikembangkan untuk mengatasi kelemahan pendekatan struktural, di mana pendekatan ini tidak mementingkan penataan struktur-struktur birokrasi pelaksana yang cocok bagi implementasi program, melainkan dengan upaya mengembangkan proses-proses dan prosedur-prosedur yang relevan, termasuk prosedur-prosedur manajerial beserta teknik-teknik manajemen yang tepat.
3.      Pendekatan perilaku
Pendekatan ini meletakkan dasar semua orientasi dari kegiatan implementasi kebijakan pada perilaku manusia sebagai pelaksana, bukan ada organisasinya sebagimana pendeatan struktural atau pada teknik manajemennya sebagaimana pendekatan prosedural dan manajerial dan pendekatan ini berasumsi bahwa perilaku manusia mempengaruhi proses implementasi penddikan.                  
4.      Pendekatan politik
Pendekatan ini lebih melihat pada faktor-faktor poitik atau kekuasaan yang dapat memperlancar atau menghambat proses implementasi kebijakan. Pendekatan ini mempertimbangkan atas pemantauan kelompok pengikut dan kelompok penentang beserta dinamikanya.


BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Implementasi kebijakan pendidikan merupakan proses yang tidak hanya menyangkut perilaku-perilaku badan administratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan kepada kelompok sasaran, melainkan juga menyangkut faktor-faktor hukum, politik, ekonomi, sosial yang langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku dari berbagai pihak yang terlibat dalam program. Batasan implementasi kebijaksanaan sebagai keberhasilan mengevaluasi masalah dan menerjemahkannya ke dalam keputusan-keputusan yang bersifat khusus. Aktor-aktor implementasi kebijaksanaan ini, dapat digolongkan menjadi aktor implementasi kebijakan formal dan informal. Arena adalah suatu wahana, tempat dan gelanggang yang dipergunakan oleh para peserta implementasi kebijaksanaan untuk memainkan perannya. Arena ini, bisa di level strategik (nasional), dapat juga di level operasional dan teknikal. Kebijakan memiliki kriteria berbeda, oleh karena itu keijkan diabagi atas Substantive policies, Procedural policies, Distributive policies, Redistributive policies, Regulatory policies, Self regulatory policies, Material policies, Symbolic policies, Collective good policies, Private good policies, Liberal policies, dan Concervative policies.

B.       Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan pembaca dapat mengetahui implementasi kebijakan pendidikan. Kritik dan saran diperlukan untuk penyempurnaan makalah ini. Makalah ini juga memaparkan bagaimana mengimpementasikan kebijakan pendidikan, sehingga diharapkan dapat mencapai pendidikan yang telah dicita-citakan.



DAFTAR RUJUKAN

 

Hasbullah, M. (2016). KEBIJAKAN PENDIDIKAN: Dalam Prespektif Teori, Aplikasi, dan Kondisi Objektif Pendidikan di Indonesia. Jakarta: PT RAJA GRAFINDO PERSADA.
Imron, A. (2012). KEBIJAKSANAAN PENDIDIKAN DI INDONESIA. Jakarta: PT Bumi Aksara.

0 komentar:

Posting Komentar